Perangkat ini terbuat dari jaring logam berlapis yang akan terbuka penuh di bawah sinar-X. Nantinya, alat tersebut mampu menguatkan aorta agar tetap terbuka, dan memperbaiki dinding pembuluh darah yang membentuk kantung aneurisma
Jakarta (ANTARA) - Konsultan intervensi kardiovaskular di Heartology Hospital dr Suko Adiarto mengatakan bahwa TEVAR dan EVAR merupakan dua prosedur medis dengan invasi minimal guna mengembalikan fungsi aorta serta mengurangi risiko pecahnya aorta.

Suko mengatakan  pada Thoracic Endovascular Aortic Repair (TEVAR), alat ditempatkan melalui lubang kecil di pangkal paha, sedangkan pada EVAR (Endovascular Aneurysm Repair), alat diletakkan melalui perut.

"Perangkat ini terbuat dari jaring logam berlapis yang akan terbuka penuh di bawah sinar-X. Nantinya, alat tersebut mampu menguatkan aorta agar tetap terbuka, dan memperbaiki dinding pembuluh darah yang membentuk kantung aneurisma," ujarnya.

Dia menjelaskan metode EVAR dan TEVAR sering dilakukan sebagai tindakan minim sayatan sehingga pasien tidak memerlukan tindakan bedah, cukup dengan memasang stent graft ke dalam pembuluh darah aorta.

Baca juga: Dokter jelaskan beberapa gejala kondisi diseksi aorta

Dia menilai kedua prosedur ini memiliki keuntungan dibandingkan dengan tindakan open heart (bedah) seperti waktu pemulihan yang lebih cepat, risiko komplikasi yang lebih rendah, dan prosedur dengan tingkat invasi yang lebih sedikit.

Sebagai pembuluh darah utama dan terbesar dari sistem peredaran darah, lanjutnya, aorta memiliki fungsi sangat penting dalam mengalirkan darah kaya oksigen dari jantung ke seluruh tubuh melalui cabang-cabangnya.

Karena perannya yang vital ini, ujarnya, gangguan pada aorta dapat meluluhlantakkan tubuh hingga mengakibatkan kematian. Salah satu penyakit pada pembuluh darah yang perlu diwaspadai adalah aneurisma aorta yakni pelebaran abnormal pada dinding aorta.

Dia menyebutkan risiko penyakit itu dapat terjadi karena pembesaran aorta bisa pecah sewaktu-waktu. Hal tersebut mampu menyebabkan terjadinya pendarahan masif dan syok.

Baca juga: Dokter: Kontrol gula dan tekanan darah guna mencegah serangan stroke

"Sayangnya pembesaran aorta ini dapat terjadi tanpa gejala sama sekali," katanya.

"Pembesaran aorta paling sering terjadi di bagian perut dan dada. Saat dinding tebal dalam aorta tak lagi mampu mempertahankan bentuk aorta, maka aorta lama kelamaan akan melemah dan tak dapat menahan tekanan darah di dalam," katanya.

"Akibatnya dinding aorta bisa pecah hingga menyebabkan perdarahan yang berujung pada pada kondisi kritis hingga kematian,” ucapnya. 

Dia mengatakan kondisi aneurisma ini umumnya berkembang secara lambat dan bisa terjadi selama bertahun-tahun. Jika aneurisma aorta masih berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala, kata dia,maka hal yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan rutin melalui ultrasonografi dan pemberian obat-obatan untuk mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung.

Baca juga: Dokter sarankan rutin ukur hipertensi minimalisasi penyakit jantung 

Namun, katanya, saat ukuran aneurisma tergolong besar dan tidak ditangani, beberapa komplikasi bisa saja muncul seperti diseksi aorta yaitu robeknya lapisan dinding pembuluh darah aorta.

Dia menyebutkan sejumlah gejala yang perlu diwaspadai saat penyakit muncul, antara lain nyeri dada, nyeri punggung, dan sesak napas.

Meski salah satu faktor pencetusnya adalah faktor genetik, kata Suko, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko penyakit ini muncul, seperti rutin berolahraga, menjaga tekanan darah tetap normal, konsumsi makanan sehat rendah lemak dan kolesterol, hentikan kebiasaan merokok, dan juga menjaga berat badan agar tetap ideal.

Baca juga: Studi sebut diet mediterania dapat kurangi risiko hipertensi

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024