Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya mengatakan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit memprioritaskan para dokter dari daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), guna percepatan pemenuhan dokter spesialis di RI.

Menurut Arianti, selain peralatan, tenaga medis menjadi salah satu faktor penting guna mendekatkan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat, terutama untuk menangani empat penyakit penyebab kematian tertinggi, yakni stroke, penyakit jantung, kanker, dan penyakit ginjal.

"Teman-teman bisa membayangkan bahwa kalau kita punya uang kita beli alat belum setahun alat bisa ada. Tetapi untuk membangun atau untuk menghasilkan satu dokter spesialis itu kita butuh empat tahun lima tahun," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan program pendidikan dokter spesialis dengan rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama (PPDS RSPPU) bertujuan memenuhi kebutuhan akan tujuh dokter spesialis yang harus ada di rumah sakit umum daerah, sesuai dengan standar pelayanan kesehatan.

Selain itu, katanya, Indonesia masih kekurangan lebih dari 27 ribu dokter spesialis.

Baca juga: Kemenkes luncurkan PPDS berbasis RS genjot produksi dokter spesialis

Jika saat ini 24 fakultas kedokteran baru dapat menghasilkan 2.700 lulusan per tahun, ujarnya, maka perlu 10 tahun untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Untuk itu, ujarnya, mereka pun mengadopsi sistem pendidikan berbasis RS yang umum diterapkan di negara lain.

Dia mengatakan selain 24 fakultas kedokteran tersebut, terdapat 3.000 rumah sakit yang berpotensi menjadi tempat pendidikan dokter spesialis.

Dia mengatakan mereka juga menggandeng Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME), yang mengakreditasi program sejenis yang ada di Amerika, Singapura, Filipina, dan lain-lain, guna memastikan standar PPDS berbasis RS bertaraf internasional.

"Nantinya mereka akan direkrut di daerah-daerah yang kosong kemudian mereka diminta untuk bersekolah spesialis tanpa bayar, akan dibayar oleh Kementerian Kesehatan. Mereka akan mendapatkan jasa dan setelah selesai maka akan kembali lagi ke wilayahnya masing-masing," katanya.

Dia berharap, dengan adanya program tersebut, waktu untuk memenuhi kebutuhan nasional akan dokter spesialis dapat dipercepat, dari 10 tahun menjadi lima tahun.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya mengatakan bahwa sering kali para dokter di RSUD mendapat kendala kala ingin menempuh pendidikan spesialis, seperti pendidikan yang berbasis universitas.

Oleh karena itu, ujarnya, dalam rekrutmen PPDS berbasis RS, dokter-dokter yang sudah bekerja di RSUD, terutama di luar Pulau Jawa diprioritaskan.

"Setelah mereka pulang, kami pastikan bahwa mereka harus mengabdi di tempat mereka berasal," katanya.

Ia menyebutkan sanksi untuk mereka yang ingkar terkait dengan PPDS tersebut.

"Kalau mereka ingkar atau mereka kemudian lari, maka SIP-nya akan kami kunci sehingga mereka tidak bisa praktik di mana-mana. Karena tujuan awal daripada program ini adalah untuk memenuhi kebutuhan spesialis yang berada di pulau-pulau terluar, terutama di luar Pulau Jawa," kata dia.

Baca juga: IDI harap PPDS berbasis RS mampu menjawab masalah maldistribusi dokter
Baca juga: Kemenkes: Lulusan PPDS berbasis RS harus berkualitas global
Baca juga: FKKMK UGM pastikan perhatikan kesehatan mental calon dokter spesialis

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024