Denpasar (ANTARA) -
Penyidik Kejaksaan Tinggi Bali memeriksa dua saksi untuk memperdalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) Bendesa Adat Berawa, Kabupaten Badung, Bali, Ketut Riana.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali Agus Eka Sabana Putra, di Denpasar, Senin, mengatakan kedua saksi tersebut berasal dari jajaran Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung dan pejabat Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali.

"Hari ini yang diperiksa sebanyak dua orang saksi dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung dan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali," kata Eka.

Eka mengatakan kedua dinas tersebut ada kaitannya dengan wewenang dan tugas Bendesa Adat di Bali, termasuk daerah Badung.

Namun demikian, Eka tidak menjelaskan secara terperinci mengenai identitas pejabat yang diperiksa oleh penyidik Pidsus Kejati Bali. Begitu pula dengan hasil pemeriksaan terhadap saksi-saksi tersebut karena merupakan materi penyidikan.

Hanya saja, dia memastikan bahwa kedua saksi tersebut memiliki keterkaitan dengan kasus penipuan jual beli tanah yang melibatkan oknum Bendesa Adat.
 
Menurut  Eka, dalam satu minggu ke depan, penyidik menjadwalkan 10 orang saksi  akan diperiksa berkaitan dengan masalah yang melibatkan Bendesa Adat Berawa Ketut Riana.

"Tim Penyidik Kejati Bali merencanakan memanggil 10 orang saksi lagi," katanya.

Sebelumnya, Bendesa Adat Berawa Ketut Riana terkena OTT Kejati Bali pada Kamis (2/5) di kafe Casa Bunga, Renon, Denpasar pada pukul 16.00 Wita saat yang bersangkutan sedang melakukan transaksi dengan seorang investor bernama AN.

Adapun jumlah barang bukti yang disita penyidik saat OTT tersebut adalah uang tunai Rp100 juta. RK awalnya meminta uang sebesar Rp10 miliar kepada AN. Jumlah tersebut diminta sebagai salah satu syarat proses investasi  untuk mendapatkan persetujuan dan tanda tangan dari KR agar transaksi jual beli tanah dapat diproses lebih lanjut.

Pada Maret 2024, AN menyerahkan uang sebesar Rp50 juta kepada KR di Starbuck Café daerah Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
 
Pada Kamis (2/5), KR kembali bertemu dengan AN dimana pertemuan tersebut untuk penyerahan uang sejumlah Rp100 juta yang merupakan bagian dari permintaan KR kepada AN.
 
Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumedana menjelaskan uang yang disetorkan investor AN kepada KR dipergunakan untuk kepentingan adat istiadat di Desa Berawa, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.
 
Semua pembelian tanah di Desa Berawa pun harus berdasarkan izin yang diberikan oleh KR sebagai Bendesa Adat. Jika tidak maka perizinan tersebut tidak mendapatkan persetujuan di tingkat atas.

"Semua transaksi pembelian tanah harus melalui perizinan dari mereka, baru bisa ke tingkat selanjutnya. Kalau tidak ada izin, maka tidak ada tindak lanjut ke notaris," katanya.
 
Sumedana mengatakan dana untuk kepentingan desa adat biasanya bersifat sukarela dari pihak investor dan sifatnya tidak memaksa.

Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024