Denpasar (ANTARA) -
Penyidik Pidana Khusus (Pidsus ) Kejaksaan Tinggi Bali menetapkan Bendesa (kepala desa) Berawa Kabupaten Badung, Bali, Ketut Riana (RK) sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap investor.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali Agus Eka Sabana Putra saat ditemui di Denpasar, Bali, Jumat, mengatakan RK telah ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (3/5) setelah dilakukan serangkaian penyidikan di gedung Pidana Khusus Kejati Bali.

"Yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka mulai hari ini," kata Eka Sabana.

Ketut Riana dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, RK akan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kerobokan, Badung.

Sementara itu, tiga orang lainnya yang ditahan penyidik masih berstatus sebagai saksi.

Baca juga: Kejati Bali OTT Bendesa Adat Berawa diduga peras investor Rp10 M

Eka mengatakan penyidik masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut.

Penyidik Kejaksaan Tinggi Bali telah menjadwalkan rekonstruksi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketut Riyadi di Cafe Casa Bunga, Renon, Denpasar, Bali pada Jumat (3/5) siang.

Sebelumnya, penyidik Pidsus Kejati Bali menangkap Ketut Riana dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Cafe Casa Bunga, Denpasar, Kamis (2/5) pada pukul 16.00 Wita.

RK ditangkap bersama dengan AN, seorang investor, beserta dua orang lainnya dengan barang bukti berupa uang tunai Rp100 juta, satu unit Fortuner dan dua buah ponsel.

Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumedana dalam konferensi pers di Lobi Kejati Bali menjelaskan KR selaku bendesa adat telah melakukan upaya pemerasan dalam proses transaksi jual beli yang dilakukan oleh AN dengan pemilik tanah di Desa Berawa, Kabupaten Badung, Bali.

KR meminta uang sejumlah Rp10 miliar atas transaksi yang dilakukan oleh AN dengan pemilik tanah.

Sumedana mengatakan proses pemerasan terhadap investor berinisial AN dimulai sejak Maret 2024, bahkan telah dilakukan beberapa transaksi oleh AN kepada KR.

Pada awalnya KR meminta uang sejumlah Rp10 miliar kepada KN untuk memperlancar pengurusan tanah yang menjadi objek transaksi jual beli dengan pemilik lahan.

AN pun telah menyerahkan uang sebesar Rp50 juta, ditranfers secara langsung kepada rekening KR selaku bendesa adat untuk melancarkan proses administrasi awal.

Rencananya pada Kamis (2/5), AN menyerahkan uang secara tunai kepada KR sebesar Rp100 juta, namun penyidik Kejati Bali langsung menangkap KR dan melakukan pemeriksaan terhadap AN dan dua orang lainnya yang hadir saat proses transaksi itu berlangsung.

Baca juga: Kajati Bali: Pemerasan oleh Bendesa Adat merusak iklim investasi

 

Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024