Positif, Capaian Kinerja KKP

Jakarta, 16 Desember 2013 (ANTARA) - Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam periode RPJM kedua menunjukkan keberhasilan di berbagai bidang. Di antaranya, KKP sejak tahun 2013 telah membangun penguatan akuntabilitas dengan metodologi Balanced Scorecard di setiap level organisasi. Hal ini merupakan suatu terobosan dalam penerapan sistem manajemen kinerja organisasi yang lebih terukur dan lebih mudah untuk dipantau hasilnya. Program tersebut telah menghantarkan KKP mendapatkan nilai AKIP "A". Metodologi ini juga mendukung KKP dalam pengelolaan keuangan negara yang telah mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo pada pembukaan Rapat Koordinasi (Rakor) Penyusunan Rancangan Awal Perencanaan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2015-2019 Pembangunan Kelautan dan Perikanan, di Jakarta, Senin (16/12).

Sharif menjelaskan, penerapan sistem manajemen kinerja organisasi yang lebih terukur dengan penilaian opini Wajar Tanpa Pengecualian sangat mendukung program KKP untuk Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Di mana dalam periode RPJM kedua saat ini, KKP sejak tahun 2012 telah mencanangkan kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan nilai tambah produk yang berdaya saing tinggi berorientasi pasar. “Program KKP ini juga mempercepat pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan melalui modernisasi sistem produksi dan manajemen dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan,” jelasnya.

Melalui kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan tandas Sharif, ditargetkan pada akhir periode RPJM terjadi peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing dan modernisasi sistem produksi hulu dan hilir. Kebijakan KKP ini juga mendukung penguatan pelaku industri kelautan dan perikanan, pengembangan komoditas unggulan, wilayah, dan sistem manajemen kawasan. Termasuk, keseimbangan antara pemanfaatan SDA dan perlindungan lingkungan yang berkelanjutan dan perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat.Industrialisasi kelautan dan perikanan juga harus dilaksanakan memperhatikan prinsip-prinsip berbasis Blue Economy, sehingga berkelanjutan dan dapat memberikan peluang kesempatan kerja yang lebih besar. “Banyak hasil yang dicapai melalui industrialisasi ini, namun dibuktikan dengan data-data capaian yang kuantitatif, yang salah satunya dilakukan dengan Regulatory Impact Assesment. Karena pada akhirnya, harus dapat menyampaikan kepada publik dampak dari kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan yang telah dijalankan,” tandasnya.

Titik Berat RPJMN

Menurut Sharif, RPJMN ke tiga tahun 2015-2019 titik berat pembangunan Indonesia adalah pada peningkatan kompetitif dan daya saing berbasis Sumber Daya Alam yang didukung dengan SDM berkualitas dan kemampuan iptek. Untuk itu gagasan yang konstruktif untuk pembangunan kelautan dan perikanan 5 tahun mendatang, sangat diperlukan. Terutama pada Rakornas ini tidak saja dapat menggali isu strategis yang perlu diantisipasi ke depan, namun juga dapat merumuskan hal-hal yang menjadi harapan stakeholder dan arah kebijakan yang seperti apa yang harus dilakukan pemerintah 5 tahun ke depan. “Saya memberikan apresiasi terhadap penyelenggaraan Rapat Koordinasi ini, yang saya nilai sebagai sebuah momentum untuk menyuarakan pembangunan kelautan dan perikanan sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan kontribusi besar bagi pembangunan nasional 5 tahun mendatang,” katanya.

Sharif menambahkan, masih banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi KKP dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan. Di antaranya adalah hampir 25,37 % dari 7,87 juta penduduk miskin nasional tinggal di wilayah pesisir. Selain itu, masih terbatasnya akses permodalan, kurang optimalnya ketersediaan sarana prasarana kelautan dan perikanan, menjadi kendala serius. Masalah lain, tingkat pendidikan dan keterampilan yang terbatas serta sistem pendataan kelautan dan perikanan yang masih perlu terus ditingkatkan dan pembiayaan baik APBN maupun APBD masih terbatas. “Untuk itu, sangat diperlukan dukungan lintas Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Seperti pembangunan infrastruktur dan konektivitas melalui penyediaan lahan bagi infrastruktur, kerjasama antardaerah dalam pembangunan infrastruktur dan konektivitas, serta perubahan mindset masyarakat untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan konektivitas,” tegasnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan



Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013