Sebagian besar singkong ini diproduksi untuk pemenuhan kebutuhan industri tapioka, sedangkan yang untuk konsumsi sekitar 10 persen
Bandarlampung (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung memproyeksikan produksi komoditas singkong atau ubi kayu di daerah itu pada 2024 mencapai 7,5 juta ton.
 
"Lampung merupakan salah satu daerah produsen singkong secara nasional, dan pada 2024 ini diproyeksikan produksi mencapai 7,5 juta ton dari lahan seluas 254 ribu hektare," ujar Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Tanaman Pangan Hortikultura Provinsi Lampung Ida Rachmawati di Bandarlampung, Sabtu.
 
Ia melanjutkan pada 2023 produksi singkong di daerahnya mencapai 7,1 juta ton, dengan luas lahan mencapai 243 ribu hektare, sedangkan pada 2022 produksi mencapai 6,7 juta ton.
 
"Sebagian besar singkong ini diproduksi untuk pemenuhan kebutuhan industri tapioka, sedangkan yang untuk konsumsi sekitar 10 persen dari total produksi dalam setahun," katanya.
 
Dia menjelaskan untuk daerah sentra produksi singkong di Lampung ada di Kabupaten Lampung Utara, Lampung Timur, Tulang Bawang Barat, Tulang Bawang, dan yang menjadi daerah sentra terbesar dengan produksi melebihi 1 juta ton ada di Kabupaten Lampung Tengah.

Baca juga: BSIP Lampung sebut singkong berpotensi jadi pengganti pangan

Baca juga: Pengamat: Pakan ternak dari batang singkong perlu dikembangkan
 
"Tahun lalu akibat dampak fenomena El Nino ada penurunan luas tanam karena kekurangan air, jadi banyak yang beralih menanam jagung. Akan tetapi sekarang sudah kembali menanam singkong lagi," ucap dia.
 
Menurut dia, untuk mencegah turunnya harga singkong pemerintah daerah pun telah membuat nota kesepakatan dengan pengusaha singkong dalam penetapan harga. Dimana harga tidak boleh kurang dari Rp900 per kilogram serta rafaksi maksimal 15 persen.
 
"Selain itu telah dilakukan pula upaya pengaturan pola tanam agar tidak terjadi serentak. Sehingga panen bisa tersebar tidak dalam satu waktu, karena kapasitas pabrik terbatas kalau panen berlebih bisa membuat harga jatuh," tambahnya.
 
Kemudian dengan tidak masuknya komoditas singkong sebagai penerima pupuk subsidi, sehingga petani diimbau menggunakan pupuk organik sebagai pelengkap kimia pupuk non subsidi.
 
"Penggunaan pupuk organik ini sebagai pelengkap agar tidak terlalu banyak pakai pupuk kimia supaya memperbaiki struktur tanah. Lalu ada program pemerintah menggunakan dana APBD untuk menyediakan pembelian pupuk organik salah satunya bagi petani singkong," ujar dia lagi.

Baca juga: Pusri dan Pemprov Lampung jalin kerja sama penyaluran pupuk

Baca juga: Pemprov Lampung alokasi lahan 100 ribu hektare untuk percepatan tanam
 
 
 
 

Pewarta: Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024