Jakarta (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mempertanyakan adanya larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, sebagaimana yang termuat pada draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran.

"Jurnalistik harus investigasi, masa dilarang? Jurnalistik harus terus berkembang karena tuntutan masyarakat juga berkembang," ujar Budi Arie di Jakarta, Selasa.

Pada draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, terdapat salah satu poin yang menyatakan larangan penayangan ekslusif jurnalistik investigasi.

Baca juga: Remotivi: Revisi UU Penyiaran ancam kreativitas di ruang digital 

Baca juga: Komisi I DPR siap sempurnakan RUU Penyiaran

Budi Arie menyampaikan bahwa draf Revisi UU Penyiaran tersebut hingga saat ini masih terus digodok dan bergulir di DPR RI.

"UU penyiaran lagi digodok," kata dia.

Diketahui, dalam pasal 56 ayat 2, pada RUU Penyiaran menyatakan selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Standar Isi Siaran (SIS) memuat larangan mengenai isi siaran dan konten siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian, rokok, penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, penayangan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi ditiru oleh masyarakat.

Kemudian, penayangan aksi kekerasan dan/atau korban kekerasan. Konten yang mengandung unsur mistik. Konten yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender. Konten pengobatan supranatural, dan beberapa larangan lain.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia telah menyatakan menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, yang saat ini sedang bergulir di DPR RI tersebut.

"AJI menolak. Pasal-pasalnya banyak bermasalah. Jadi kalau dipaksakan akan menimbulkan masalah," kata Pengurus Nasional AJI Indonesia Bayu Wardhana di Jakarta, Rabu (24/4).

Dia pun menyarankan jika UU itu harus direvisi, sebaiknya dilakukan oleh anggota DPR periode selanjutnya, bukan mereka yang di periode saat ini. Alasannya, dengan waktu yang tinggal beberapa bulan lagi, serta masih dibutuhkan pembahasan yang lebih mendalam.

Baca juga: DPR RI pastikan RUU Penyiaran baru akan atur sosial media

Baca juga: Anggota DPR: RUU Penyiaran dapat sasar penyebar video tak senonoh

Baca juga: AJI Indonesia tolak revisi Undang-Undang Penyiaran

 

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024