Jakarta (ANTARA) - ASEAN memetakan masa depan berkelanjutan di sektor yang mencakup ekosistem laut dan air tawar dengan menggandeng Jepang dan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) dalam proyek inovasi ekonomi biru.

Sekretaris Jenderal ASEAN, Kao Kim Hourn menyebutkan bahwa momentum kehadiran proyek inovasi biru ASEAN sangat strategis karena bertepatan dengan persiapan kawasan ASEAN dalam mengimplementasikan Kerangka Kerja Ekonomi Biru ASEAN.

“Inisiatif ini menjadi perwujudan komitmen ASEAN dalam memanfaatkan ekonomi biru untuk pembangunan regional, keberlanjutan lingkungan, dan inklusi sosial-ekonomi,” kata Kao Kim Hourn dalam acara peluncuran proyek tersebut di Sekretarian ASEAN, Jakarta, Selasa.

Proyek yang mencakup ASEAN Blue Innovation Challenge, Program Inkubasi, dan Program Temu Usaha itu, lanjutnya, tidak hanya bertujuan memperbaiki hasil ekonomi dari sektor kelautan, tapi juga meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir dalam menghadapi perubahan iklim dan degradasi lingkungan.

Duta Besar Jepang untuk ASEAN, Kiya Masahiko menuturkan bahwa kerja sama ASEAN-Jepang telah mengawali perjalanan baru menuju 50 tahun ke depan. Jepang terus mendorong kesuksesan ASEAN di ranah ekonomi dan inovasi biru yang baru tersebut.

“Saya menantikan kerja sama dengan Anda semua untuk membuat proyek ini berdampak bagi masyarakat di seluruh wilayah. Saya juga berharap proyek ini akan menjadi katalisator untuk semakin mendorong kerja sama dan investasi di bidang ini,” ucapnya.

Sementara itu, Perwakilan Residen UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura, mengatakan kolaborasi dan inovasi adalah kunci untuk mengatasi tantangan dalam memanfaatkan dan mengelola ekosistem laut dan air tawar secara berkelanjutan.

“Dari kantor kami di Jakarta, kami berharap proyek inovasi ekonomi biru ini akan bermanfaat bagi negara anggota ASEAN dan Timor Leste dalam mengembangkan potensi ekonomi biru di negara-negara tersebut,” tutur dia.

Adapun inisiatif inovasi ekonomi biru ASEAN tersebut dilatarbelakangi oleh ASEAN yang berada di garis depan potensi maritim dunia dan memiliki beragam sumber daya kelautan dengan estimasi nilai pasar hingga 2,5 triliun dollar AS (lebih dari 40 quadriliun rupiah) per tahun atau lima persen dari ekonomi global.

Namun, seiring besarnya potensi ekonomi biru ASEAN, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi seperti penangkapan ikan berlebih, degradasi habitat, dan polusi laut menjadi ancaman yang signifikan bagi ekosistem laut dan air tawar di kawasan.

Sekitar 64 persen dari basis perikanan di seluruh negara ASEAN berada pada risiko sedang hingga besar karena penangkapan ikan yang berlebihan dan metode penangkapan ikan yang merusak. Insiden tumpahan minyak dan peningkatan akumulasi puing-puing laut menimbulkan risiko yang akan segera terjadi terhadap keberlanjutan stok ikan.

Perubahan iklim semakin memperburuk tantangan tersebut dengan suhu yang meningkat secara konsisten dari 0,14°C menjadi 0,20°C per dekade sejak 1960-an dan berdampak pada kesejahteraan penduduk pesisir dan produktivitas ekosistem pesisir serta samudera.

Baca juga: China tegaskan dukungan untuk pembangunan sentralitas ASEAN
Baca juga: Indonesia perkuat konektivitas pelayaran di ASEAN dalam pertemuan MTWG


Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2024