Jakarta (ANTARA) - Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta buka suara terkait kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa yang terjadi pada tahun ini dan sempat menjadi polemik dalam beberapa hari belakangan.

"Penyesuaian UKT dilakukan dengan tetap memperhatikan asas keadilan dan keterjangkauan pendidikan tinggi, sesuai amanat Undang-Undang Pendidikan Tinggi sehingga para mahasiswa dan keluarga dari berbagai lapisan ekonomi bisa mengaksesnya," kata Rektor UIN Jakarta Prof Asep Saepudin Jahar dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Asep menjelaskan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Pendidikan Tinggi) menyebutkan penyesuaian biaya pendidikan tinggi dilakukan pemerintah melalui penetapan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) yang dilakukan secara periodik dengan mempertimbangkan capaian standar nasional pendidikan tinggi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah.

SSBOPT ini, kata dia, menjadi dasar perguruan tinggi negeri untuk menetapkan biaya yang ditanggung mahasiswa. Sedang biaya yang ditanggung mahasiswa sendiri disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, dan pihak lain yang membiayai.

Sebagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang berada di bawah naungan Kementerian Agama RI, kata dia, UIN Jakarta juga merujuk sepenuhnya Peraturan Menteri Agama (PMA) RI Nomor 7 Tahun 2018 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri dalam penyesuaian tarif UKT.

"Sementara itu, penyesuaian UKT di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk tahun akademik 2024-2025 telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 386 Tahun 2024 tentang Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri Tahun Akademik 2024-2025," ungkap Asep.

Sementara Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum Prof Dr Imam Subchi mengatakan penyesuaian UKT dilakukan berdasar perhitungan rasional mengikuti kebutuhan pembiayaan masing-masing program studi dengan tetap berpedoman pada Undang-Undang Pendidikan Tinggi maupun PMA Nomor 7 Tahun 2018 tentang UKT di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri.

"Penetapan setiap mahasiswa pada tujuh kelompok UKT juga dilakukan dengan memperhatikan tingkat kemampuan ekonomi masing-masing mahasiswa, orang tua, atau pihak-pihak yang menanggung pembiayaannya," tambahnya.

Kemudian, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan UIN Jakarta Mohamad Ali Irfan mengungkapkan, UIN Jakarta saat ini memiliki kebutuhan pembiayaan program akademik akumulatif yang cukup tinggi setiap tahunnya.

Di tahun 2023, misalnya, total kebutuhan pembiayaan mencapai Rp667,54 miliar, di mana penerimaan dari sumber pendapatan jasa pelayanan pendidikan berupa UKT hanya menyumbang 47,77 persen atau setara Rp319,124 miliar. Sedangkan sebanyak 52,33 persen kebutuhan pembiayaan lainnya ditopang dari sumber penerimaan lain, yaitu pembiayaan pemerintah APBN senilai 38,74 persen atau setara Rp258,81 miliar dan penerimaan Non UKT 13,49 persen atau setara Rp90,10 miliar.

Penerimaan non-UKT sendiri terdiri atas Pendapatan Lain-lain BLU Rp43,51 miliar, Pendapatan Hasil Kerja Sama Lembaga/Badan Usaha Rp27,72 miliar, Pendapatan Jasa Layanan Perbankan BLU Rp14,34 miliar, dan Pendapatan BLU lainnya dari Sewa Tanah dan Bangunan Rp4,52 miliar.

"Jika hanya mengandalkan UKT, maka pembiayaan operasional perguruan tinggi UIN Jakarta minus Rp348,41 miliar," ungkapnya.

Untuk diketahui, sebelumnya sejumlah mahasiswa baru UIN Jakarta mengeluhkan tarif UKT yang mengalami lonjakan. Hal ini diklaim menjadi polemik karena informasi terkait kenaikan UKT beredar setelah adanya pengumuman kelulusan, yang menyebabkan sejumlah mahasiswa tersebut merasa "terjebak" oleh keadaan.

Baca juga: UI tetapkan UKT dan IPI sesuai peraturan Kemendikbudristek

Baca juga: BEM Unsoed desak rektorat evaluasi kenaikan UKT bagi mahasiswa baru

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024