Bagdad (ANTARA News) - Bala tentara Amerika Serikat (AS) pada Selasa (29/8) mengumumkan kematian lima serdadunya, sehingga jumlah tentara mereka yang tewas menjadi 13 orang dalam tiga hari terahir. Korban terahir tewas di barat daya Bagdad hari Selasa, sesudah kendarannya melanggar bom jalanan, kata pernyataan bala tentara AS. Sebelumnya, komandan mereka mengumumkan dua serdadu tewas dalam kejadian terpisah akibat "tindakan musuh" hari Minggu (27/8) di Provinsi Anbar, Irak barat. Kedua korban itu membuat jumlah tentara tewas menjadi 10 orang sebagai akibat serangan pejuang Irak di hari Minggu, dengan delapan diantaranya dilaporkan tewas di kawasan sekitar Bagdad. Dalam kejadian lain, satu serdadu AS tewas hari Minggu, akibat peristiwa bukan kekerasan, kata pernyataan militer pemimpin pasukan koalisi yang menyerb Irak sejak 2003 itu. Tentara AS juga dilaporkan tewas sesudah kendaraan khusus militer "Humvee"-nya tercebur masuk saluran air di Irak. Pernyataan menyebutkan satu personel Garda Nasional dari Nebraska (AS) tewas akibat luka sejak sepekan sebelumnya, sesudah "Humvee"-nya terperosok masuk air di dekat markas Anaconda di luar Balad, Bagdad utara. "Dua lagi cedera, akibat kejadian itu dan masih dirawat," jelas pihak militer AS. Kejadiaan naas tersebut membuat kerugian tentara AS di Irak sejak serbuan mereka pada Maret 2003 menjadi 2.632 orang, demikian catatan kantor berita Prancis (AFP) berdasarkan akumulasi pengumuman korban dari Departemen Pertahanan AS (Pentagon). AS akan menarik balatentaranya dari Irak, jika negara Timur Tengah itu terjerumus ke dalam perang saudara, kata pembantu utama Presiden George Walter Bush. Hal itu merupakan bagian dari rencana darurat, yang mulai dipikirkan pemerintah Bush, kendati ia tetap bersikukuh bahwa Irak masih jauh dari perang saudara, katanya seperti dikutip majalah "Newsweek" dalam terbitan mendatangnya. "Jika ada perang saudara besar, maka presiden tidak akan membiarkan pasukan kami terjebak dalam pertempuran," katanya. Pihak Gedung Putih merasa tidak memerlukan persetujuan Kongresnya untuk menarik bala tentara negara yang merasa adidaya itu keluar, kalau pemerintah Irak sepenuhnya jatuh ke garis konflik antar-aliran. Sementara itu, Rumania --yang menjadi bagian sekutu AS-- pada pertengahan Juli 2006 dikabarkan menarik 150 dari 890 tentaranya dari Irak, kata Kepala Staf Umum Rumania, Eugen Badalan. Pasukan itu merupakan bagian dari polisi tentara dan batalyon teknik. Sebagian besar tentara Rumania di Irak menjadi bagian dari koalisi pimpinan AS, dan beberapa personelnya bergerak bersama Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan ada pula yang berada di bawah mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tiga pekan sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Rumania, Calin Popescu Tariceanu, menyerukan penarikan seluruh pasukannya dari Irak, tapi ditolak Dewan Tertinggi Pertahanan di negeri itu. Tariceanu merujuk pada keputusan serupa negara lain baru-baru ini, termasuk Italia, yang membawahi pasukan Rumania, atas kebijakan yang dinilai banyak kalangan sangat mengejutkan. Ia menyatakan, tugas di Irak itu terlalu mahal bagi negara miskin bekas komunis itu, yang mengharapkan masuk Uni Eropa (UE) pada 2007. Penempatan pasukan tersebut, dinilainya, juga tidak disukai banyak warga Rumania. Rumania, yang masuk NATO pada 2004 dengan enam negara eks-Pakta Warsawa (Eropa Timur penganut komunis eks-Uni Soviet), menempatkan 809 tentara di Afganistan, serta mengirim pasukan pula ke Bosnia dan propinsi Kosovo, Serbia. Dua tentaranya tewas di Irak sejak Rumania mengirim mereka tahun 2001, sementara empat lain tewas di Afganistan sejak 2003. Sedangkan, balatentara Jepang dua hari sebelumnya menuntaskan penarikannya dari dua setengah tahun tugasnya di Irak, dengan sisa dari 600 serdadunya tiba di Kuwait 11 hari sesudah kelompok pertama meninggalkan negara yang terkoyak perang lantaran juga serangan tentara koalisi di bawah komando AS. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006