Jakarta, (ANTARA News) - Penangkapan KM Aslim oleh Bea Cukai di Batam lantaran diduga melakukan penyelundupan, ternyata berbuntut panjang karena Tajuddin Noor selaku agen kapal Singapura itu melayangkan surat somasi kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai. Dalam surat somasi tertanggal 26 Agustus 2006, Tajuddin meminta Dirjen Bea Cukai dalam waktu selambat-lambatnya enam hari segera melepaskan dan merehabilitasi nahkoda KM Aslim, Ardianto. Selain itu, Dirjen Bea Cukai juga diminta segera melepaskan KM Aslim dan mengembalikan seluruh muatan kapal berupa 3.117 tas tektil yang akan diberangkatkan ke negara tujuan, Timor Timur (Timtim). Dalam tuntutan lainnya, Tajuddin juga meminta Bea Cukai, agar menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada nahkoda KM Aslim, beserta 11 Anak Buah Kapalnya (ABK), serta agen KM Aslim dan pemilih barang di Timtim. "Jika tidak, kami akan gugat Bea Cukai," kata kuasa hukum Tajuddin Noor, Petrus Bala Pattyona, kepada wartawan di Jakarta, Rabu. Menurut Petrus, kasus tersebut bermula ketika pada tanggal 24 Agustus 2006 KM Aslim bertolak dari pelabuhan Pasir Gudang di Johor Baru, Malaysia, bertujuan ke Dili, Timtim. Pada 25 Agustus 2006, pejabat Bea Cukai Batam di bawah pimpinan Kardito Suryo Putro melakukan penangkapan terhadap KM Aslim saat berada di sekitar perairan Tanjung Ayam. Penangkapan KM Aslim tersebut, menurut dia, dengan tuduhan melakukan penyelundupan berdasarkan pasal 102 atau 103 huruf a Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Namun, Petrus menilai, tuduhan tersebut merupakan hal yang tak berdasar. Muatan KM Aslim berupa tekstil tersebut, menurut Petrus, merupakan muatan yang sah berdasarkan Pelepasan Pelabuhan (Port Clearence) yang diterbitkan Kastam Pasir Gudang, Johor Baru, Malaysia, yang ditanda tangani Mohd. Rodzi bin Rajimin dan sesuai manifest kapal. Dalam manifest, KM Aslim disebutkan memuat barang sebanyak 3.117 bags (kantong) tekstil dari Pelabuhan Gudang Pasir, Johor Baru, Malaysia, dengan tujuan Dili, Timtim, beralamatkan Global Brothers Pte LTD, Ruajacinta Candido No. 3 Dili, East Timor. "Tuduhan penyelundupan itu tidak mempunyai dasar hukum, karena kapal tersebut memuat tekstil yang asalnya jelas, yakni Pelabuhan Gudang Pasir, Johor Baru, Malaysia, dengan tujuan yang jelas di Dili, Timtim," kata Petrus. Dalam pandangan Petrus, penangkapan KM Aslim oleh Bea Cukai Batam tersebut juga dilakukan dengan cara yang melanggar hukum, karena pada saat penangkapan masih berada di perairan internasional, yakni di sekitar perairan Tanjung Ayam. "Saat penangkapan, KM Aslim masih di perairan internasional di sekitar Perairan Tanjung Ayam, dan pejabat bea cukai Batam langsung naik ke KM Aslim, dan kapal diminta berlabuh di Batam," kata Petrus. Oleh karena itulah, tambahnya, pihaknya mendesak Dirjen Bea Cukai untuk memberikan tindakan dan teguran yang keras kepada para pejabat Bea Cukai Batam yang terlibat dalam penangkapan KM Aslim. Nahkoda KM Aslim, Ardiyanto hingga kini masih ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Batam, sedangkan 11 ABK lainnya telah dilepaskan, namun KM Aslim tetap ditahan di Batam. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006