Jakarta (ANTARA) - Bangsa Indonesia sedang berjuang keras keluar dari jebakan impor beras dalam tiga tahun terakhir. Kementerian Pertanian, misalnya, terus melakukan gerakan pompanisasi untuk mengairi sawah agar tetap berproduksi di musim kemarau.

Pemerintah berupaya melakukan optimalisasi lahan agar sawah yang semula panen sekali setahun menjadi dua kali.

Demikian pula lahan yang semula panen dua hingga tiga kali setahun menjadi tiga sampai empat kali. Ketersediaan air menjadi kunci untuk menghidupkan lahan agar tetap berproduksi.

Upaya menghidupkan produktivitas lahan untuk pertanian mengingatkan pada Kisah Nabi Yusuf atau Joseph di masa silam. Hal ini terjadi berkat manajemen atau pengaturan air pada masa beliau.

Air diatur sedemikian rupa untuk menghidupkan lahan gurun menjadi sangat subur, seperti yang kemudian dikenal sebagai Kota Al-Fayyūm, yang menjadi sentra pertanian.

Al-Fayyūm merupakan daerah di hulu Mesir, yang terletak di depresi besar Gurun Barat di barat daya Kairo.

Air dari Sungai Nil disalurkan ke dalam Danau Qarun (jarak Sungai Nil dengan Danau Qorun sekitar 100 km) melalui Kanal Yusuf (Joseph Canal’s) mengikuti saluran kuno ke Fayyūm yang bercabang-cabang untuk menyediakan air irigasi.

Nabi Yusuf juga membangun kincir air untuk menaikkan air dari danau ke lahan Al-Fayyūm yang posisinya lebih tinggi di hulu Mesir.

Singkat kata, manajemen air melalui teknologi kincir air pada masa tersebut menjadi kunci guna menghidupkan lahan agar berproduksi sepanjang tahun.

Berkat air, selama tujuh tahun Yusuf memanen gandum dan menyimpannya untuk persediaan tujuh tahun paceklik berikutnya.

Dengan cara itu Yusuf membawa Bangsa Mesir selamat dari bencana kekeringan, kelaparan, dan kekacauan akibat krisis pangan.


Strategi kunci

Apabila diamati dari literatur sejarah, maka secara garis besar terdapat strategi kunci Nabi Yusuf dalam mengatasi kekeringan yang diprediksi bakal melanda.

Pertama, perencanaan selama tahun-tahun kelimpahan. Ketika Nabi Yusuf memahami mimpi tentang tujuh tahun kelimpahan diikuti oleh tujuh tahun kelaparan, beliau segera menyadari pentingnya merencanakan masa depan.

Ia menyarankan kepada Raja Mesir, kala itu, untuk menyimpan sebagian besar hasil pertanian selama tahun-tahun kelimpahan.

Yusuf mengoptimalkan tujuh tahun kelimpahan dengan memastikan ketersediaan air sepanjang tahun. Ia membangun kincir angin dan kanal-kanal untuk mengambil air dari sumbernya, lalu mengalirkannya ke lahan-lahan subur.

Kedua, penyimpanan makanan. Nabi Yusuf mengatur penyimpanan makanan secara besar-besaran selama tahun-tahun kelimpahan.

Ia membangun gudang-gudang besar alias lumbung pangan di seluruh Mesir untuk menyimpan gandum dan sumber daya pangan lainnya.

Ini memungkinkan Mesir untuk memiliki persediaan makanan yang cukup selama masa kelaparan.

Ketiga, distribusi selama masa kelaparan. Ketika masa kelaparan tiba, Nabi Yusuf bertanggung jawab mendistribusikan sumber daya pangan yang disimpan dengan adil kepada masyarakat Mesir.

Ia melakukan ini dengan bijaksana, memastikan bahwa makanan didistribusikan secara merata dan tidak ada yang kelaparan.

Keempat, kebijaksanaan dalam pengelolaan. Nabi Yusuf menggunakan kebijaksanaan dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya.

Nabi Yusuf telah mengatur sistem pengaturan harga atau alokasi sumber daya berdasarkan kebutuhan dan kemampuan masyarakat.

Ini membantu mencegah penimbunan atau penyalahgunaan sumber daya oleh pihak tertentu.

Kelima, pengawasan dan pengelolaan pertanian. Nabi Yusuf juga telah memimpin upaya untuk mengoptimalkan produksi pertanian selama tahun-tahun kelimpahan.

Ini bisa termasuk teknik irigasi yang lebih efisien atau strategi pertanian lainnya untuk meningkatkan hasil tanaman.

Selain itu, selama masa kelaparan, beliau mungkin telah memberikan nasihat kepada petani tentang cara mengelola sumber daya air yang terbatas.

Dengan mengelola pertanian dan persediaan pangan dengan bijaksana selama tahun-tahun kelimpahan dan kelaparan, Nabi Yusuf berhasil mengatasi kekeringan dengan mengurangi dampaknya pada masyarakat Mesir dan memastikan ketersediaan makanan yang cukup untuk semua orang.

Bangsa Indonesia dapat meneladani strategi kunci Nabi Yusuf untuk diterapkan di negara kita.

Pada konteks Indonesia, terdapat beberapa poin yang dapat menjadi fokus perbaikan di Tanah Air. Pertama, perencanaan jangka panjang. Indonesia dapat memperbaiki perencanaan jangka panjang untuk menghadapi tantangan, seperti perubahan iklim dan kekeringan.

Di tengah perubahan iklim yang semakin terasa, penting untuk memiliki strategi adaptasi yang kokoh, termasuk mengantisipasi kemungkinan masa kelaparan dan mempersiapkan langkah-langkah mitigasi.

Kedua, penyimpanan dan manajemen persediaan. Indonesia dapat meningkatkan infrastruktur dan sistem manajemen penyimpanan pangan untuk mengatasi risiko kekurangan pangan selama masa kelaparan atau bencana alam.

Hal ini meliputi pembangunan gudang penyimpanan yang aman dan terkelola dengan baik serta pengembangan sistem manajemen logistik yang efisien untuk mendistribusikan persediaan pangan secara merata.

Ketiga, distribusi yang adil dan merata. Perlu ada perhatian khusus pada distribusi pangan yang adil dan merata, terutama selama masa krisis, seperti kekeringan atau bencana alam.

Sistem distribusi harus dirancang sedemikian rupa, sehingga memastikan bahwa masyarakat yang rentan tidak terpinggirkan dan semua orang memiliki akses yang sama terhadap sumber daya pangan.

Keempat, pengawasan dan pengelolaan pertanian. Indonesia bisa memperbaiki pengawasan dan pengelolaan pertanian dengan meningkatkan investasi dalam teknologi pertanian modern, pengembangan infrastruktur irigasi yang lebih efisien, dan pendidikan petani tentang praktik-praktik pertanian yang berkelanjutan.

Hal ini dapat membantu meningkatkan produktivitas pertanian dan ketahanan pangan di masa depan.

Kelima, keterlibatan komunitas lokal. Penting untuk melibatkan komunitas lokal dalam proses pengambilan keputusan terkait pertanian dan pangan.

Ini termasuk memperkuat kapasitas petani, memperluas akses mereka terhadap teknologi dan informasi, serta mendorong partisipasi aktif dalam pembuatan kebijakan yang mempengaruhi sektor pertanian dan pangan.

Dengan memperbaiki dan memperkuat aspek-aspek ini, Indonesia dapat meningkatkan kemampuannya untuk mengelola kekeringan dan krisis pangan serta memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan bagi semua warga negara.

Bukan tidak mungkin, kita akan setangguh seperti pada masa di bawah kepemimpinan Nabi Yusuf, terutama apabila bencana kekeringan melanda.


*) Lady Hafidaty R.K., S.Si, M.Si. adalah peneliti di Kementerian Pertanian, kandidat doktor di Universitas Indonesia dan Dr. Destika Cahyana, SP, M.Sc. adalah peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

 

Copyright © ANTARA 2024