Pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR RI Nuroji menilai pernyataan mengenai pendidikan tinggi atau kuliah sebagai kebutuhan tersier perlu dikoreksi agar tidak salah dipahami oleh masyarakat Indonesia.

"Ini saya rasa perlu dikoreksi," kata Nuroji dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi X DPR RI dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan pernyataan itu seolah-olah memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa pendidikan tinggi bukan merupakan hal yang penting untuk ditempuh oleh masyarakat.

Baca juga: Anggota DPR: Pastikan Permendikbudristek 2/2024 tak multi-tafsir

Hal itu dia sampaikan untuk merespons pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal ((Sesditjen) Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie yang mengklasifikasi perguruan tinggi sebagai kebutuhan tersier sehingga hanya merupakan pilihan.

Nuroji menyayangkan pernyataan tersebut justru disampaikan oleh pejabat dari Kemendikbudristek.

Lebih lanjut Nuroji menyampaikan bahwa UUD 1945 wajib memberikan pendidikan kepada setiap warganegara. Pasal 28 ayat C UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Baca juga: Komisi X bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan usut sebab kenaikan UKT

Sebelumnya Sesditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan perguruan tinggi masuk klasifikasi sebagai pendidikan tersier.

"Pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar," kata Tjitjik dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, Rabu (15/5).

Dia menyebut perguruan tinggi tidak seperti program wajib belajar 12 tahun yang mencakup SD, SMP, dan SMA, sebab merupakan pilihan.

"Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK, itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan. Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib," katanya.

Baca juga: Komisi X desak Kemendikbudristek perbaiki tata kelola biaya UKT
Baca juga: Anggota Komisi II: Indonesia Emas tak cukup pendidikan tingkat SMA

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024