Jakarta (ANTARA) - Puing-puing bangunan rumah di bantaran Sungai Ciliwung yang berada di Kelurahan Rawajati, Jakarta Selatan, masih tampak jelas. Tumpukan bata merah itu menandakan dahulu pernah berdiri ratusan rumah.

Kini ratusan rumah warga sudah rata dengan tanah. Tidak ada lagi bangunan yang menjadi pelindung dari panasnya terik Matahari serta air hujan yang turun ke Bumi.

Melihat kondisi itu tidak membuat warga sakit hati meski mereka harus berpisah dengan kenangan yang terpatri di dalam sanubari. Mereka malah bersyukur ketika rumah yang dahulu ditemaptinya kini sudah tak berwujud lagi.

Seperti dirasakan oleh seorang warga yang rumahnya terdampak normalisasi Sungai Ciliwung, Wakiah, 59 tahun. Ia mengaku bersyukur rumahnya tergusur untuk program normalisasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Rumah yang berukuran 33 meter persegi itu kini sudah tidak ada wujudnya lagi. Akan tetapi, rumah Wakiah sudah berganti menjadi lebih layak, hal ini karena Pemerintah membeli rumahnya dengan ganti untung, bukan ganti rugi.

Rencana normalisasi Sungai Ciliwung di Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, sudah berembus cukup lama. Wakiah pun telah menunggu adanya gusuran dan prosesnya tidak terlalu berbelit serta tidak ada penolakan yang berarti.

Sebagian besar warga menerima normalisasi Sungai Ciliwung karena memang sangat dibutuhkan dan harga ganti untung yang ditawarkan oleh Pemerintah juga layak karena tidak merugikan pemilik rumah.

Senada dengan Wakiah, Siti Aminah, 58 tahun, mengaku bahwa Pemerintah telah mendengarkan apa yang menjadi keluhan warga dan dalam proses pembebasan lahan dilakukan dengan adil.
Seorang warga terdampak normalisasi Kali Ciliwung Wakiah memberi keterangan di Jakarta, Jumat (17/5/2024). ANTARA/Khaerul Izan
Ia memanfaatkan uang ganti untung yang diberikan untuk membeli rumah, dan juga dapat pergi beribadah ke Tanah Suci.

“Kami beruntung sekali. Karena ini jatuhnya bukan ganti rugi. Tapi ganti untung,” kata Aminah.


Normalisasi

Sungai Ciliwung mempunyai hulu di Bogor, Jawa Barat, dan membentang sepanjang kurang lebih 120 kilometer hingga hilirnya di pantai utara Jakarta.

Sungai ini mempunyai problem, khususnya di wilayah DKI Jakarta, yaitu adanya penyempitan karena terdapat bangunan di bantaran sehingga kerap menjadi penyebab banjir di Ibu Kota.

Sejak tahun 2014 Pemerintah berupaya menormalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 33 kilometer dan hingga kini sudah 16 kilometer yang telah selesai dibangun, sisanya 17 kilometer dalam proses pekerjaan dan pembebasan lahan.

Normalisasi Sungai Ciliwung melintasi sejumlah kelurahan di DKI Jakarta yaitu Manggarai, Bukit Duri, Kebon Manggis, Kampung Melayu, Kampung Pulo, Kebon Baru, Bidara Cina, Cikoko, Cawang, Pengadegan, Rawajati, Cililitan, Gedong, Tanjung Barat, Balekambang, Pejaten Timur, Jagakarsa, dan Pasar Minggu.

Normalisasi merupakan bagian dari rencana induk sistem pengendalian banjir Jakarta dari hulu hingga hilir. Pengendalian ini bertujuan untuk mengembalikan kondisi lebar Sungai Ciliwung menjadi kondisi normal, yaitu 35-50 meter.

Lingkup pekerjaan normalisasi ini meliputi perkuatan tebing, pembangunan tanggul, pembangunan jalan inspeksi dengan lebar 6-8 meter di sepanjang sisi Sungai Ciliwung, meningkatkan kapasitas tampung aliran dari 200 m3/detik menjadi 570 m3/detik, serta penataan kawasan di sekitar sungai.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Ika Agustin menyebut saat ini Pemerintah terus berupaya membebaskan lahan yang berada di bantaran Sungai Ciliwung. Pembebasan lahan dilakukan secara terstruktur dengan langsung melakukan pengamanan aset.

Sementara, untuk pembangunan fisiknya dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Sebanyak 52 kepala keluarga (KK) di RW 06 dan 27 KK di RW 07, Kelurahan Cililitan, Jakarta Timur, telah mendukung normalisasi Sungai Ciliwung, yang terdiri atas 88 total bidang tanah dan yang sudah dibebaskan lahannya sebanyak 84 bidang, sedangkan sisanya masih menunggu proses pembayaran.
Pekerja mengoperasikan alat berat untuk pelebaran kali Ciliwung di Rawajati, Jakarta, Jumat (17/5/2024). . ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nym
Luas seluruh lahan dari 88 bidang tanah tersebut 32.814 meter persegi, dengan panjang lahan 1.595 meter. Selain itu, terdapat 63 KK di RW 07, Kelurahan Rawajati, Jakarta Selatan, menyetujui normalisasi tersebut.

Terdapat 157 bidang tanah gabungan dari RW 07, RW 01 dan RW 03. Sebanyak 92 lahan sudah dibebaskan, sedangkan sisanya masih proses. Total luas lahan tersebut 15.131 meter persegi, dengan panjang lahan 975 meter.

Adapun kedua wilayah itu terbagi menjadi dua ruas lahan yang dibebaskan, yaitu segmen Jembatan Kampung Melayu (Jalan Abd. Syafei-Pintu Air Manggarai) dan segmen Jembatan Tol Simatupang hingga Jembatan Kampung Melayu.

Tim Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) sudah bisa mengerjakan sepanjang 265 meter untuk segmen Cililitan, dengan pekerjaan fisik kurang lebih 500 meter. Hal ini juga bisa terealisasikan pada tahun ini dan Pemerintah akan memroses pembebasan lahan di sebelahnya.

Baca juga: Mengelola sumber daya air berkelanjutan di Kota Hujan

Baca juga: Normalisasi DAS demi kembalinya fungsi Sungai Ciliwung



Atasi banjir 

Banjir menjadi persoalan rutin tahunan di DKI Jakarta, terutama ketika musim hujan datang. Salah satu sungai yang kerap menjadi kambing hitam ketika banjir, yaitu Sungai Ciliwung. Keberadaan Sungai Ciliwung menjadi momok tersendiri bagi warga yang tinggal di bantaran.

Seperti dikatakan Wakiah, setiap musim hujan datang ia selalu waswas karena dipastikan akan banjir, terutama ketika di daerah hulu, yaitu Bogor, turun hujan dengan intensitas tinggi. Dapat dipastikan bahwa rumah yang saat ini sudah rata dengan tanah itu akan kebanjiran.

Banjir yang melanda Kelurahan Rawajati, terutama di bantaran Sungai Ciliwung, ketinggiannya bisa hingga 2 meter lebih dan menjadi masalah yang seolah tak pernah usai.

Adanya normalisasi Sungai CIliwung membuat asa untuk menangani banjir di Jakarta semakin dekat. Apalagi Pemerintah telah membangun waduk yang berada di hulu, yaitu Bendungan Ciawi dan Sukamahi.

Dua bendungan itu berfungsi menahan air yang mengalir ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung secara berlebih, agar banjir bisa dikendalikan.

“Kami harapkan dalam 2 tahun, hingga akhir 2024, yang 17 km itu, insya Allah selesai sehingga normalisasi Sungai Ciliwung betul-betul rampung dan akan sangat mengurangi banjir. Karena air yang dari atas juga ditahan oleh Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi," ujar Presiden Joko Widodo, kala itu.

Normalisasi Sungai Ciliwung untuk mengatasi banjir di Jakarta sudah sejak lama dicanangkan Pemerintah, dan kini tinggal tahap terakhir dan sedang terus dikerjakan.

Ikhtiar dari Pemerintah itu perlu didukung oleh warga dengan tetap menjaga aliran sungai agar tetap bersih dari sampah sehingga tidak ada sumbatan-sumbatan yang menghalangi aliran air.

Editor: Achmad Zaenal M

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024