Sejauh yang saya tahu, sikap Pak Boediono tidak berubah."
Jakarta (ANTARA News) - Tim Pengawas (Timwas) Bank Century DPR RI akan kembali melayangkan surat panggilan kedua kepada mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono pada pekan depan.

"Penolakan dan ketidakhadirannya pada pemanggilan terdahulu tidak serta merta dapat diabaikan begitu saja, karena pemanggilan Boediono tersebut sudah masuk dalam mekanisme kewenangan kelembagaan. Pemanggilan Boediono sangat penting," kata anggota Timwas Bank Century DPR RI, Bambang Soesatyo, di Jakarta, Jumat.

Pentingnya pemanggilan Boediono itu, menurut dia, untuk menjelaskan secara terang menderang keterangan yang bertolak belakang dari yang pernah disampaikan pada saat Panitia Khusus (Pansus) Bank Century di DPR dengan keterangan yang disampaikan di Istana Wapres beberapa waktu lalu, yakni soal mekanisme penyelamatan Bank Century antara bailout dan pengambilalihan.

"Ini soal kejujuran seorang pemimpin yang harus dijelaskan secara politik di DPR RI. Bukan soal hukum yang menjadi ranah KPK," kata dia.

Selain itu, ia mempertanyakan, mengapa baru sekarang Boediono menuding Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang merupakan lembaga yang bertanggung jawab kepada Presiden sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas membengkaknya biaya penyelamatan Bank Century dari Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun?

"Apakah itu berarti Boediono tidak ingin disalahkan atau dikorbankan sendiri? Lagi-lagi ini soal persepsi yang harus dijelaskan secara terbuka di DPR RI, dan bukan soal hukum yang menjadi ranah KPK," kata anggota Komisi III DPR RI itu.

Bambang menyatakan, Timwa Century DPR RI ingin mendapat keterangan Boediono untuk menjelaskan perihal peran dari Presiden SBY pada saat itu.

"Mengapa tiba-tiba Boediono ingin menarik Presiden dalam pusaran kasus Century ini? Mengingat dalam pembahasan secara formal di Pansus tidak disinggung sama sekali adanya keterkaitan atau peran Presiden dalam kasus ini," katanya.

Hal lain yang tidak kalah penting, menurut dia, adalah laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa total kerugian negara bukan hanya Rp6,7 triliun, tapi Rp7,4 triliun.

"Penggelontoran tambahan dana talangan Rp1,2 triliun ke Bank Mutiara yang dulu bernama Bank Century beberapa waktu lalu jelas menimbulkan pertanyaan. Kenapa tiba-tiba bank tersebut menjadi gawat darurat? Ada dugaan kredit yang sekarang macet dan bikin CAR Bank Mutiara turun adalah kredit yang sudah macet sejak Bank Century dulu," ujarnya.

Ia menimpali, "Jadi, perlu klarifikasi apakah BI sengaja menyembunyikan informasi Bank Century yang sebenarnya, agar Sri Mulyani ketika itu mau menandatangi membailout Bank Century."

Timwas Century DPR RI, dikemukakannya, sangat paham bahwa kasus ini secara hukum sudah ditangani KPK, terutama yang menyangkut soal adanya dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang serta korupsi dalam proses FPJP dan bailout Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Namun, soal penjelasan yang bertolak belakang sebagai mana Boediono pernah sampaikan dalam rapat pansus yang disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia itu harus dijelaskan secara terbuka. Termasuk, tudingan kepada LPS sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dan dugaan BI sengaja menyembunyikan informasi sebenarnya soal Bank Century," demikian Bambang.

Juru Bicara Wapres, Yopie Hidayat kepada ANTARA News menanggapi bahwa sikap Boediono tidak berubah, karena sidang paripurna DPR telah memutuskan menyerahkan masalah tersebut ke lembaga penegak hukum.

"Sejauh yang saya tahu, sikap Pak Boediono tidak berubah. Aspek politik pengambilalihan Bank Century oleh LPS sudah selesai. Sidang Paripurna DPR telah memutuskan menyerahkan masalah ini kepada lembaga penegak hukum," ujarnya.

Ia mengemukakan pula, "Silakan Timwas berdikusi dengan lembaga penegak hukum jika ingin menjalankan tugas sesuai dengan amanat Sidang Paripurna. Pemanggilan terhadap pihak-pihak lain, apalagi yang telah memberikan keterangan kepada KPK, tidak sesuai dengan amanat keputusan Sidang Paripurna DPR sendiri." (*)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014