...sudah membuahkan hasil...
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah pada Agustus 2013, telah berdampak positif dan berjalan efektif bagi perekonomian nasional dalam menghadapi gejolak eksternal.

"Saya bisa katakan kebijakan yang diambil pemerintah sejak Agustus untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan sudah membuahkan hasil," katanya dalam jumpa pers evaluasi perkembangan perekonomian global dan domestik serta kinerja realisasi APBN-Perubahan 2013 di Jakarta, Senin.

Chatib mengatakan hal tersebut terlihat dari membaiknya angka neraca perdagangan yang mengalami surplus, bahkan pada November tercatat surplus 776,8 juta dolar AS dan penurunan angka defisit transaksi berjalan pada triwulan IV.

"Kalau dilihat neraca perdagangan akan surplus, dan kalau aktivitas ekonomi melambat, neraca jasa akan turun. Maka triwulan empat, defisit neraca transaksi berjalan akan turun dan menjadi lebih kecil dari triwulan sebelumnya," katanya.

Kementerian Keuangan mencatat defisit transaksi berjalan mulai menyempit menjadi 8,4 miliar dolar AS atau 3,6 persen terhadap PDB pada triwulan III, dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10 miliar dolar AS atau 4,4 persen terhadap PDB.

Sedangkan neraca perdagangan pada Oktober dan November telah mengalami surplus, masing-masing sebesar 24,3 juta dolar AS dan 776,8 juta dolar, sehingga memperbaiki neraca pembayaran pada triwulan IV-2013.

"Diperkirakan defisit transaksi berjalan pada 2013 berada di kisaran 3,5 persen-3,7 persen terhadap PDB dan pada 2014 berada di kisaran 2,7 persen-3,2 persen terhadap PDB," kata Chatib.

Selain itu, Chatib menjelaskan dampak paket kebijakan ekonomi juga terlihat dari laju inflasi yang tercatat 8,38 persen (yoy) pada akhir tahun, meskipun telah terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan Juni.

"Meskipun harga BBM dinaikkan, laju inflasi bisa dibawah 10 persen, bahkan dibawah sembilan persen, itu karena kita sudah membuka kuota impor untuk makanan, yang juga termasuk dalam paket kebijakan ekonomi," ujarnya.

Pada 2005 dan 2008, ketika juga terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi, laju inflasi tercatat hampir mencapai 17 persen dan 11 persen. Namun inflasi 2013, relatif lebih tinggi dibandingkan asumsi dalam APBN-Perubahan sebesar 7,2 persen.

Dalam kesempatan tersebut, Chatib juga memaparkan perkembangan ekonomi makro 2013, yaitu pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,7 persen, suku bunga SPN 3 bulan 4,5 persen, nilai tukar rupiah Rp10.452 per dolar AS, harga ICP minyak 106 dolar AS per barel, dan lifting minyak 825.000 barel per hari.

Sedangkan, asumsi dalam APBN-Perubahan 2013 antara lain pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, suku bunga SPN 3 bulan 5,5 persen, nilai tukar rupiah rata-rata Rp9.600 per dolar AS, harga ICP minyak 108 dolar AS per barel dan lifting minyak 840.000 barel per hari.

"Lebih rendahnya perkiraan tersebut karena pertumbuhan ekonomi di triwulan IV masih melambat, hanya mencapai 5,6 persen. Namun, konsumsi pemerintah ikut menyumbang komposisi pertumbuhan tertinggi yaitu 0,45 persen. Jadi kalau tidak ada belanja pemerintah, pertumbuhan ekonomi hanya 5,25 persen," ujarnya.


Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014