Jakarta (ANTARA News) - Pernyataan Panglima TNI Jenderal Moeldoko bahwa ia memahami langkah-langkah taktis kebijakan Australia yang mengembalikan kapal pencari suaka ke Indonesia dipertanyakan Guru Besar Hukum Internasional FH UI Hikmahanto Juwana.

"Pernyataan Panglima ini aneh dan tidak berpihak pada kepentingan Indonesia," kata Hikmahanto dalam pertanyataan tertulisnya, di Jakarta, Kamis.

Pertama, kata Hikmahanto, para pencari suaka seharusnya dihormati hak-haknya sebagai pengungsi. Mereka ingin sampai ke Australia dengan selamat. Oleh karenanya tidaklah tepat bila otoritas Australia harus menghalau mereka ke Indonesia.

Kedua, Australia adalah negara peserta Konvensi tentang Pengungsi 1951. Berdasarkan Konvensi ini maka Australia wajib menyaring di wilayahnya apakah seseorang pantas disebut sebagai pengungsi, pencari suaka atau imigran gelap (illegal immigrant).

Pemerintah Australia tidak seharusnya menolak para pencari suaka ini ke Indonesia. Pemerintah Australia licik karena mereka tidak mau melakukan penyaringan dengan cara menghalau para pencari suaka sebelum sampai ke wilayah kedaulatan Australia.

Ketiga, kata-kata Panglima TNI yang mengatakan "bila tugas menghalau kapal pencari suaka diproyeksikan ke saya, saya juga akan melakukan hal yang sama." Pernyataan ini sama sekali tidak mencerminkan kepentingan Indonesia.

Panglima TNI tidak seharusnya mengandaikan dirinya sebagai Panglima Angkatan Perang Australia.

Dalam penanganan pencari suaka kepentingan Indonesia sedang berhadap-hadapan dengan kepentingan Australia. Bila Panglima TNI berposisi sebagai Panglima Angkatan Perang Australia maka kedaulatan NKRI sudah pasti runtuh.

Keempat, Panglima TNI merujuk pada Deklarasi PBB terkait dengan kedaulatan. Padahal Deklarasi PBB dalam hukum internasional tidak masuk dalam sumber hukum internasional.

"Lalu pengutipan Deklarasi PBB untuk apa? Pengutipan tersebut justru memperlemah posisi Indonesia dihadapan Australia dalam penanganan masalah pencari suaka," katanya.

Hikmahanto mempertanyakan mengapa Panglima TNI tidak mengutip sumber hukum internasional yang jelas yaitu Konvensi tentang Pengungsi. Konvensi yang jelas-jelas membebankan kepada negara pesertanya, termasuk Australia, untuk memberi perlindingan bagi para pengungsi dan pencari suaka.

Terakhir, kebijakan menghalau kapal pencari suaka PM Abbott seharusnya tidak dihargai oleh Panglima TNI. Hal ini karena sebagaimana diungkap oleh media Australia mengandung kekerasan dan pelanggaran HAM.

Dari cerita para pencari suaka ternyata mereka diperlakukan kasar oleh otoritas Australia. Apalagi tindak kekerasan ini bisa jadi terjadi di wilayah laut teritorial Indonesia.

Pewarta: Akhmad Kusaeni
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014