Surabaya (ANTARA News) - Kematian satu singa Afrika berumur 1,5 tahun bernama Michael pada Selasa (7/1)  di Kebun Binatang Surabaya seolah-olah membenarkan sebutan tempat tersebut sebagai "zoo of death" atau kebun binatang kematian.

Sebutan itu muncul dalam berita media bersirkulasi besar terbitan Inggris, Daily Mail.

Reporter Daily Mail Richard Sears dalam laporannya yang dimuat akhir Desember 2013 menulis  KBS  sebagai tempat paling mengerikan dan kejam untuk hewan.

Sears yang mengunjungi KBS bahkan menyebut kebun binatang itu "zoo of death" karena banyaknya hewan yang mati di KBS.

Mengenai kematian singa Afrika bernama Michael tersebut, Humas KBS Agus Supangat mengatakan singa  tersebut mati bukan karena terkena penyakit, melainkan mati karena lehernya terjerat sling atau tali terbuat dari baja yang digunakan sebagai penarik pintu kandang.

Singa itu adalah titipan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim yang dititipkan ke KBS pada 28 Maret 2013.

KBS saat ini dikelola Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya (PDTS KBS).

Semenjak diambil alih pengelolaannya oleh Pemerintah Kota Surabaya, dalam triwulan terakhir atau sejak bulan Oktober hingga Desember 2013, total ada 30 satwa di KBS mati.

Direktur Operasional dan Umum PDTS KBS, drh. Liang Kaspe mengatakan tidak ada tanda-tanda sakit pada singa tersebut.

Terlebih, saat ditemukan Michael tergantung layaknya digantung.

"Kawat juga kaku, tidak lemas yang memungkinkan Michael terlilit saat meloncat," katanya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan kematian singa Afrika itu tidak wajar.

"Saya sepakat kematian singa tidak wajar. Tapi itu semua kewenangan pihak kepolisian, saya berharap penegak hukum bisa mengusut tuntas kasus ini," ujarnya.

Kondisi satwa KBS yang memprihatinkan lantaran adanya konflik berkepanjangan, yang hingga kini masih belum ada putusan resmi.

Keinginan Pemkot Surabaya mengambil alih pengelolaan KBS dengan tujuan ingin mengembalikan kejayaan kebun binatang yang sudah ada sejak zaman Belanda itu.

"Dulu, KBS bahkan sempat menyandang predikat kebun binatang terbesar di Asia Tenggara," katanya.

Setelah melewati proses panjang, kini KBS dikelola oleh Perusahaan Daerah Taman Satwa (PDTS) KBS.

Risma mengatakan meski PDTS KBS baru mengelola KBS selama enam bulan terakhir, namun kondisi makanan serta kebersihan terbukti menjadi lebih baik.

PDTS KBS berusaha membenahi kondisi hewan-hewan yang ada dengan meningkatkan kualitas makanan dan perawatan.

Menanggapi berita salah satu media asing yang memuat tentang KBS yang memperlakukan koleksi hewannya secara kejam, Risma menyatakan bahwa hal tersebut tidak benar.

Hal ini dikarenakan artikel maupun foto yang ditampilkan sama sekali tidak menggambarkan kondisi KBS saat ini. Setelah dikroscek, ternyata foto-foto diambil setahun yang lalu.

Sementara itu Ketua DPRD Kota Surabaya M. Machmud mengatakan pihaknya menduga singa KBS mati karena sengaja digantung oleh pegawai sisa manajemen lama yang tidak suka dengan manajemen baru.

"Pembunuh singa harus digantung. Polisi rasanya mudah mencari pelaku. Ini pasti orang dalam," katanya.

Ia mengatakan tidak mungkin orang luar yang melakukan pembunuhan terhadap singa tersebut.

"Mana ada orang luar yang berani mendekati singa, mana ada orang luar yang mengetahui posisi kandang singa," katanya.

Untuk itu, lanjut dia, pihaknya siap mendukung upaya polisi untuk mencari pelaku pembunuhan singa tersebut.

Penyelidikan
Tim investigasi dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut) langsung turun guna melakukan penyelidikan terkait kematian singa Afrika yang diduga meninggal tidak wajar di Kebun Binatang Surabaya itu.

Sementara itu, Polrestabes Surabaya kesulitan mengungkap kasus kematian singa tersebut karena hanya mengandalkan keterangan-keterangan dari sejumlah saksi.

Kapolrestabes Surabaya Komisaris Besar Polisi Setija Junianta menyayangkan kondisi kandang singa berusia 2,5 tahun itu yang menjadi tempat kejadian karena sudah bersih dan rusak, sehingga aparat tidak bisa melakukan olah tempat kejadian perkara secara maksimal.

"Malah sudah bukan tidak steril lagi, tapi lokasinya sudah rusak. Ini yang sangat kami sayangkan, sehingga polisi hanya mengandalkan saksi-saksi di lapangan," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014