Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertanian (Deptan) menjamin sapi asal Amerika Serikat sudah aman dan terbebas penyakit sapi gila sehingga rencana untuk membuka kembali kran impor dapat dilakukan. Hal itu disampaikan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kemavet) Ditjen Peternakan Deptan Turni Rusli Syamsuddin kepada pers di Jakarta, Minggu, terkait rencana pemerintah membuka kembali kran impor daging sapi dari Amerika Serikat. Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi yang dilakukan Tim Deptan selama seminggu di AS, sudah tidak ditemukan lagi kasus sapi gila. Tim yang ditugaskan Deptan terdiri dari tiga orang yakni Turni Rusli sebagai ketua tim, Bagoes Poermadjaja dan satu orang lagi dari FKH Universitas Gajah Mada (UGM) Yogjakarta. Di sana tim melakukan penelitian, evaluasi dan diskusi di sejumlah perusahaan dan peternakan sapi. Mengenai masih adanya kekhawatiran terhadap sapi gila, Turni mengatakan, di AS kasus sapi gila selama kurun waktu tiga tahun yakni 2003 sampai 2006 hanya ditemukan di tiga ekor sapi, itu pun sudah dimusnakan pemerintah setempat. Sapi gila itu tidak menular, tetapi bisa dipindahkan lewat pakan. Itu pun setelah diketahui kalau sapi tidak boleh diberikan pakan yang dibuat dari sapi juga. "Jadi menurut saya, mereka yang menolak rencana pemerintah membuka kembali kran impor sapi itu belum memahami semua. Sekarang bagaimana kita mengelola, karena kita perlu barang itu," katanya. Dia menjelaskan, penelitian yang dilakukan tim Deptan di AS, juga terkait rencana pemerintah mengimpor pakan ternak khusus ayam dari sisa hewan sapi seperti daging dan tulangnya dalam MBM (Meat Bone Mills) atau tepung daging dan tulang sapi. Ketika ditanya mengenai impor pakan ternak jenis ini, dia menjelaskan, pemerintah berkepentingan agar bahan pakan ternak ayam cukup persediannya sehingga harga ayam stabil di pasaran. Pemerintah, kata Turni, tidak ingin ternak ayam kekurangan pakan, bila kekurangan pasokan makanan maka kualitas ayam bisa menurun dan hal itu menyebabkan harga meningkat. "Kalau sampai membumbung tingi maka ayam dari luar akan masuk ke Indonesia. Itu yang tidak kita inginkan karena akan rugi dua kali. Apalagi menjelang hari raya," katanya. Sekarang ini, kebutuhan pakan untuk ternak ayam berupa MBM sangat besar yakni sekitar 10 ribu sampai 15 ribu ton per hari. Sementara selama ini impor dari New Zealand dan Australia hanya mampu memenuhi kebutuhan sebesar 5.000 ton per hari karena mereka menjual produknya ke banyak negara. Di AS ada seribu lebih pabrik MBM dan ada aturan dari pemerintah AS agar memotong sapi yang sehat karena dagingnya dimakan manusia. Sebelum sapi dipotong, pihak perusahaan lebih dulu melakukan pengecekan, mulai dari umur sapi sampai kondisi kesehatannya. Hal itu penting mengingat daging sapi dikonsumsi manusia. Turni menegaskan, MBM yang akan diimpor dari AS aman dan tidak akan membawa penyakit dan pakan itu khusus untuk ternak jenis unggas, bukan sapi atau kambing," terangnya. Menjawab pertanyaan mengapa Indonesia tidak memproduksi MBM sendiri, Turni katakan, di AS beda dengan di Indonesia. Kalau orang Indonesia, sapi itu bisa dijadikan makanan semua, tetapi di AS mereka hanya memakan dagingnya saja, sedang tulangnya tidak dikonsumsi manusia.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006