Serangga menarik fisikawan dan perekayasa karena kemampuan terbangnya
Jakarta (ANTARA News) - Peneliti pasca-sarjana New York University, Leif Ristroph, membuat robot terbang mini berbentuk serupa ubur-ubur yang bisa bermanuver di ruang kecil.

"Anda bisa membangun pesawat ini sendiri. Semua komponen yang saya gunakan untuk membuat ini harganya sekitar 15 dolar AS dan tersedia di website hobi pesawat terbang," kata Ristroph kepada laman LiveScience.

Dalam program doktornya, Ristroph yang berlatar belakang fisika mempelajari cara terbang serangga.

"Serangga menarik fisikawan dan perekayasa karena kemampuan terbangnya. Berkebalikan dengan apa yang diperkirakan, lebih sulit membuat sesuatu yang kecil untuk terbang dibandingkan yang besar," katanya.

Terbang serangga sangat tidak stabil. Tapi ketidakstabilan bukan masalah besar bagi kutu busuk karena mereka punya sistem syaraf yang mengoreksi pergerakan sayap. Robot yang dibuat dengan inspirasi serangga butuh sistem sensor canggih yang sama, jelas dia.  

"Masalah nomor satunya adalah stabilitas terbang. Bagaimana saya bisa menjaganya tegak lurus sepanjang waktu," kata Ristroph.

Ristroph ingin mengetahui jika dia bisa menciptakan mesin terbang bersayap yang secara inheren stabil, tanpa sensor atau sistem syaraf buatan. Dia mengotak-atik lima sampai 10 desain, termasuk salah satu yang terinspirasi payung.

Secara prinsip, kata dia, gerakan membuka dan menutup payung secara cepat bisa mengangkat dan menerbangkan obyek.

Dia berakhir membuat mesin seperti kerucut dengan empat sayap berukuran panjang sekitar delapan sentimeter yang mengelilingi satu motor kecil.

Sayapnya tidak terlalu simultan mengepak ke atas dan bawah. Dalam praktiknya, kata Ristroph, gerakannya sangat mirip dengan yang dilakukan ubur-ubur untuk mendorong diri di air.

"Ini punya bel yang berkontraksi dan menyemprotkan air ke bawah," katanya. Pesawat berbentuk ubur-ubur melakukan hal serupa di udara.

Robot baru itu bisa terbang secara stabil. Tapi prototipe robot itu tidak mencakup baterai, robot masih memerlukan kabel untuk mendapat pasokan tenaga.

Rekayasa lain masih harus dilakukan untuk mendapatkan tenaga dan menempatkan satu radio penerima supaya operator bisa mengendalikannya dari jauh, kata Ristroph, yang bersama koleganya mempublikasikan temuan mereka di Journal of the Royal Society Interface edisi 14 Januari.

"Apa yang sedang kami usahakan adalah membuat orang tertarik dengan desain ini supaya kami bisa bekerja sama dengan mereka untuk memperbaikinya," kata dia.

"Ada banyak cara untuk terbang, dan kami baru menggali permukaan. Ini masalah keren untuk dipikirkan. Bisakan kita memimpikan cara terbang yang baru," katanya.

Penerjemah: Maryati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014