Surabaya (ANTARA News) - Budayawan asal Jombang, Jatim, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), meminta masyarakat agar tidak hanya menuding ulah supoter fanatik Persebaya, Bonekmania, yang anarkis saat pertandingan Persebaya melawan Arema Malang, Senin (4/9) petang. "Apa sudah ada riset mengenai itu, kenapa? Kenapa kita kok hanya menuding, tapi tidak dicari sejarahnya?," katanya dalam kegiatan pengajian "Bangbang Wetan" di Balai Pemuda Surabaya, Rabu malam yang berlangsung hingga Kamis dinihari. Tidak hanya itu, Cak Nun bahkan juga mempertanyakan para peserta pengajian, apakah mereka tega terhadap Bonekmania yang merupakan anak-anaknya sendiri. Karena itu ia meminta agar semuanya memperlajari mengapa bonek-bonek itu berulah. "Orang ingin `nguyuh` (kencing) itu kan ada sebabnya. Apa karena kedinginan atau apa pasti ada sebabnya. Ini bukan berarti saya membenarkan sikap mereka, tapi saya menganggap bahwa ini wacana dari Tuhan untuk kita kaji," katanya. Ia mengatakan bonek itu dalam bahasa Arabnya berarti `tawakkal` (pasrah), namun mutunya paling rendah. Namun demikian, sikap tawakkal cara bonek itu sebetulnya memiliki energi yang luar biasa jika dikelola dengan baik. "Bonek itu ke Jakarta tidak punya uang, berangkat. Tidak tahu mereka nginep di mana, mau makan apa, pokoknya tawakkal Allallah (pasrah kepada Allah)," kata suami penyanyi Novia Kolopaking itu, disambut tawa peserta pengajian. Pemimpin dari kelompok musik alternatif "Kiai Kanjeng" itu mengemukakan sebetulnya masyarakat Surabaya itu memiliki jiwa kepahlawanan dan jihad yang luar biasa dahsyat. "Cuma semangat mereka tidak ada yang memimpin, tidak ada yang memberi tahu jalannya. Tapi mending kalau di Surabaya masih keluar sikapnya, seperti bonek itu, tapi kalau di Jogja malah `dilep` (ditelan), jadi `bendol buri` (benjol di belakang kepala)," katanya. Pada kesempatan itu, Cak Nun berseloroh, karena semangat kepahlawanan itu, maka seandainya arek-arek Surabaya ada di Amerika Serikat, pasti gedung WTC akan didorong-dorong sampai roboh. Pernyataan itu kembali membuat peserta pengajian tertawa. Pengajian "Bangbang Wetan" juga diisi oleh pengamat sosial Prof Dr Hotman M Siahaan, pelawak Kartolo dan Priyo Aljabar serta seorang perempuan asal Australia bernama Jema. Penyair D Zawawi Imron yang dijadwalkan mengisi pengajian ternyata tidak hadir. "Bangbang Wetan" merupakan kependekan dari "Abang-abang Teko Wetan" (bahasa Jawa yang berarti, merah-merah dari timur). Kelimat itu mengartikan adanya cahaya kemerahan dari timur sebagai lambang akan munculnya pencerahan. (*)

Copyright © ANTARA 2006