Beirut (ANTARA News) - Israel setuju untuk mencabut blokadenya terhadap Libanon, setelah pihak Beirut menolak merundingkan mengenai syarat-syarat yang ditentukan oleh negara Yahudi itu, kata Menteri Informasi Libanon, Ghazi Aridi, Rabu (6/9) waktu setempat. Aridi mengatakan "sikap keras Libanon" dan "tekanan" telah membuat Israel membuat keputusan membuka blokade yang berlaku sejak 13 Juli 2006, dan dijanjikan dicabut mulai Kamis (8/9) malam. Sebelumnya, kantor Perdana Menteri (PM) Israel, Ehud Olmert, mengumumkan bahwa blokade itu akan dicabut menyusul jaminan internasional mengenai embargo senjata terhadap Hizbullah. "Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Condoleezza Rice, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan telah menghubungi PM Ehud Olmert kemarin dan pagi ini, untuk mengatakan bahwa pasukan internasional siap untuk mengambil kendali bandar udara dan pelabuhan laut di Libanon," demikian satu pernyataan yang beredar di kawasan tersebut. Kemudian, "Itulah mengapa diputuskan bahwa pada Kamis pukul 18.00 waktu setempat, Israel akan meninggalkan posisi yang memungkinkannya mengontrol pelabuhan, memungkinkan pengerahan pasukan internasional di tempatnya." Satu sumber di kantor PM Libanon, Fuad Siniora, memberikan alasan yang sama bagi keputusan tersebut. Sementara itu, politisi Libanon dan pemimpin bisnis Libanon menyambut baik keputusan Israel untuk mencabut blokade itu, dan mengatakan tersebut (keputusan) merupakan hal yang telah dinanti-nantikan. "Kami gembira bahwa Resolusi 1701 PBB akhirnya dilaksanakan," kata Abbas Hachem, seorang anggota parlemen Libanon. Resolusi yang disahkan dengan suara bulat oleh Dewan Keamanan PBB pekan lalu itu menghasilkan diakhirinya konflik yang sudah berlangsung selama satu bulan antara Israel dan kelompok gerilyawan Syiah Libanon Hizbullah dan minta pada negara Yahudi itu untuk mencabut blokade tersebut. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006