Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia menyambut baik konfirmasi resmi Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengenai keberadaan Hambali, orang yang diduga terlibat sejumlah tindak terorisme di Indonesia, dan akan mengupayakan akses konsuler. Pernyataan tersebut dikemukakan Jurubicara (Jubir) Departemen Luar Negeri (Deplu), Desra Percaya, kepada wartawan di Ruang Palapa Deplu, Taman Pejambon, Jakarta, Jumat. "Kami sudah menerima laporan resmi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington mengenai posisi baru Presiden Bush. Pemerintah Indonesia menyambut baik kepastian Hambali masih hidup dan akan menunjukkan kepastian langkah selanjutnya," katanya. Pemerintah RI, lanjut dia, telah menerima konfirmasi formal dari Pemerintah AS perihal keadaan Hambali bahwa yang bersangkutan masih hidup dan berada di Guantanamo, Kuba. "Pemerintah Ri meminta akses konsuler kepada pemerintah AS untuk memastikan hak-hak dasar Hambali terpenuhi oleh pemerintah AS," ujarnya. Menurut Jubir, dalam beberapa kesempatan pertemuan Indonesia-AS Pemerintah RI, sebenarnya Indonesia telah berulang kali menanyakan mengenai status Hambali itu. "Sekarang kita tunggu proses di AS bagaimana, tergantung proses hukum di AS," katanya. Lagi pula, tambah Jubir, status para tahanan itu di AS masih dalam perdebatan dan jika ingin diajukan ke pengadilan militer juga masih memerlukan persetujuan Kongres. Saat ditanya mengenai kemungkinan Pemerintah RI meminta Hambali dipulangkan ke Indonesia dan diadili menurut hukum Indonesia, Jubir Deplu menegaskan prioritas Indonesia saat ini adalah memperoleh akses konsuler. "Belum mau berspekulasi tentang kemungkinan itu, mungkin masih terlalu dini. Buat kami yang penting Hambali masih hidup dan ada di AS," katanya. Pengakuan Bush Sementara itu, Presiden AS, George W. Bush, Rabu lalu, untuk pertama kalinya mengakui kalau badan intelejennya (CIA) memiliki penjara rahasia yang tersebar di sejumlah negara. Selama ini misteri penjara rahasia itu telah menimbulkan friksi antara Washington dan sekutunya di Eropa. Pemerintah AS mendapat banyak kecaman atas perlakuannya terhadap tahanan teroris yang dipenjara di sejumlah tahanan termasuk Guantanamo Bay dan Abu Ghraib. Dalam kesempatan yang sama Bush juga mengatakan kalau 14 tersangka teroris yang menjadi otak serangan 11 September telah dipindahkan ke penjara Guantanamo di Kuba untuk diadili. Bush juga menyebutkan nama Riduan Izzamuddin alias Hambali sebagai salah satu tersangka teroris otak pelaku sejumlah aksi peledakan bom di Indonesia yang tertangkap di Thailand tahun 2003 silam. Pidato Bush ini juga dalam rangka membujuk Kongres AS agar menyetujui rencana mengadili tersangka teroris melalui pengadilan militer, seperti yang dilakukan AS pasca-Perang Dunia II. Namun rencana Bush ini ditolak Pengadilan Tinggi AS bulan Juni lalu, karena dianggap melanggar undang-undang militer AS dan menyalahi peraturan internasional yang tertuang dalam Konvensi Jenewa. (*)

Copyright © ANTARA 2006