Jember (ANTARA News) - Peneliti dan sejarawan asal Belanda Harry A Poeze mengatakan makam Tan Malaka yang berada di Kediri, Jawa Timur seharusnya dipindah ke Taman Makan Pahlawan di Kalibata, Jakarta.

"Pemerintah harus mengakui bahwa makam yang berada di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, adalah makam Tan Malaka," kata Harry Poeze usai kuliah umum "Jejak Tan Malaka di Republik Muda" dan bedah bukunya "Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia" di Aula Fakultas Sastra Universitas Jember, Jawa Timur, Senin.

Menurut dia, keluarga Tan Malaka sudah berkirim surat kepada Kementerian Sosial yang memiliki tanggung jawab merawat makam pahlawan nasional, agar memindahkan makam pejuang kemerdekaan itu secara simbolis dari Desa Selopanggung ke Kalibata.

"Berdasarkan data sejarah, penelitian saya, dan pendapat ahli forensik antropologi sudah jelas bahwa Desa Selopanggung merupakan tempat peristirahatan terakhir Ibrahim gelar Datoek Tan Malaka," ucap Direktur KITLV Press tersebut.

Tan Malaka ditangkap dan ditembak mati pada 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya.

Jenazahnya sempat dimakamkan sementara di dekat markas Letda Soekotjo, untuk kemudian dipindahkan di Desa Selopanggung.

Harry menilai sejauh ini pemerintah masih ragu dan menunggu hasil tes DNA tentang kebenaran makam Tan Malaka di Desa Selopanggung, padahal tes tersebut sudah berjalan lebih dari lima tahun dan tidak ada hasilnya.

"Peluang untuk menunggu hasil tes DNA sangat kecil dan kemungkinan tidak bisa diterapkan untuk membuktikan jasad itu adalah Tan Malaka karena hingga kini pembuktian tes DNA yang dibawa ke Korea Selatan dan Portugal belum membuahkan hasil," paparnya.

"Jika makam Tan Malaka dipindahkan ke Kalibata, berarti negara sudah mengakui bahwa Tan Malaka adalah pahlawan nasional sesuai gelar pahlawan kemerdekaan nasional yang diberikan Presiden Soekarno pada 1963," ucap peneliti Tan Malaka selama 40 tahun itu.

Kendati demikian, lanjut dia, makam di Selopanggung harus dipelihara dan dibuatkan sebuah monumen untuk mengingatkan masyarakat tentang tempat peristirahatan pejuang Tan Malaka, sehingga warga bisa berkunjung sewaktu-waktu di sana.

Setelah meluncurkan buku "Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia" jilid 4 tersebut, Harry A Poeze tetap setia melanjutkan penelitiannya tentang Tan Malaka di Moscow.

"Saya ingin menulis keberadaan Tan Malaka di Moscow berdasarkan bukti baru yang saya dapat di sana," ujarnya.


Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014