Surabaya (ANTARA News) - Badan SAR Nasional (Basarnas) melakukan penyisiran di sejumlah perkampungan yang berada di kawasan/zona bahaya (merah) letusan Gunung Kelud, Sabtu.

Sementara warga yang berada di sekitar perbatas zona bahaya lereng Gunung Kelud mengkhawatirkan turunnya gas belerang beracun di perkampungan mereka yang hanya berjarak kurang 10 kilometer dari pusat letusan.

Wartawan Antara di Blitar, Jawa Timur, melaporkan, proses penyisiran dimulai dari perkampungan terdekat dengan pusat letusan Gunung Kelud berketinggian 1.731 meter di atas permukaan laut (mdpl) daerah pinggiran Kabupaten Blitar.

Beberapa desa yang menjadi sasaran tim evakuasi Basarnas antara lain adalah Desa Pacuh, Penataran, Sumberasri, Modangan, serta Kampunganyar, Kecamatan Nglegok.

Pencarian korban letusan Gunung Kelud kemudian juga dilanjutkan daerah pedalaman yanh berada di pinggiran Kecamatan Garum, Gandusari, serta Wlingi karena berbatasan langsung dengan Gunung Kelud.

"Ini mulai dari Candi Penataran, Sumberasri, Margourip, terus nanti sampai kandat (kediri) belok kiri hingga kecamatan Udanawu (Blitar). Tapi sejauh ini kami tidak menemukan korban jiwa, masih nihil," kata Kepala Pos Basarnas Trenggalek, Pandu.

Pandu menambahkan, tim basarnas hanya menemukan puluhan rumah-rumah penduduk yang rusak pada bagian atapnya karena tidak kuat menahan hujan material vulkanik. Selain wilayah Blitar, tim Basarnas juga melakukan penyisiran di wilayah Kabupaten Kediri.

Sebelum dilakukan penyisiran oleh tim gabungan Basarnas dan relawan, tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) letusan Gunung Kelud di Kabupaten Blitar sempat melakukan rapat koordinasi penanggulangan serta mitigasi bencana secara terpadu.

Hasilnya, disepakati untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi antarlembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana letusan Gunung Kelud di Kabupaten Blitar, termasuk dengan jaringan relawan yang membantu proses evakuasi penduduk.

Sebelumnya, kurangnya koordinasi antarorganisasi menjadi titik lemah kesemrawutan proses tanggap darurat bencana letusan Gunung Kelud di Kabupaten Blitar selama dua hari terakhir.

Sumber anonim di internal BPBD Blitar menyebut masing-masing lembaga cenderung bergerak sendiri-sendiri, tanpa terkoordinasi secara rapi akibat tidak adanya pusat komando yang tegas dan jelas.

Akibatnya, banyak jaringan relawan yang kesulitan dalam menentukan langkah tindaklanjut saat melakukan penyisiran maupun upaya evakuasi di lapangan.

Tidak adanya komando atau operator yang terpusat menyebabkan masing-masing lembaga/organisasi bergerak sendir-sendiri.

"Tim evakuasi tidak tahu harus menghubungi siapa saat menemukan ada penduduk yang masih tertinggal atau sakit di zona bahaya. Padahal, dalam kondisi seperti itu biasanya diperlukan kendaraan taktis atau mobil siaga untuk melakukan evakuasi menuju posko pengungsian," ucap Doni Widodo, relawan Jaladri.

Sementara itu, sebagian warga yang berada di sekitar perbatas zona bahaya lereng Gunung Kelud (1731 mdpl), Kabupaten Blitar, Jawa Timur mulai mengkhawatirkan turunnya gas belerang beracun di perkampungan mereka yang hanya berjarak kurang 10 kilometer dari pusat letusan.

"Kemarin (Jumat, 14/2) sore gas berwarna kuning pekat ini sempat turun hingga (Dusun) Kampung Tengah dan sebagian Gambar Anyar hingga beberapa jam, sehingga membuat mata perih dan sesak," kata Kadir, salah satu tenaga keamamanan di Perkebunan Gambar Anyar, Desa Sumberasri, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar.

Meski tidak terlalu meyakini gas belerang yang berasal dari kawah Gunung Kelud itu beracun, Kadir yang juga tokoh sepuh warga Gambar Anyar ini menyebut warganya sempat dilanda rasa was-was.

Beruntung gas belerang berwarna kekuning-kuningan itu segera lenyap, beberapa jam kemudian. Namun, sebagian warga masih khawatir asap kuning yang berembus dari arah puncak melalui aliran Sungai Lahar yang membatasi perkampungan di kawasan zona bahaya tersebut kembali lagi dalam volume lebih banyak, sehingga membahayakan keselamatan mereka.

"Kami mendengar gas sejenis sudah turun di daerah Kediri dan Ngantang, sehingga menyebabkan korban jiwa," timpal yang lain.

Meski berada di zona bahaya dengan radius sekitar 10 kilometer dari pusat letusan (kawah), hingga saat ini seribu lebih warga Desa Gambar Anyar tetap bertahan di perkampungan mereka. Warga rata-rata tidak mau mengungsi ke posko-posko yang disediakan pemerintah daerah setempat dengan alasan tidak jaminan keamanan serta keselamatan dari pihak keamanan.

Terkait bahaya gas beracun yang sempat turun melanda perkampungan mereka, warga mengaku sudah memiliki jalur evakuasi ke daerah aman. "Kami akan turun ke Desa Sumberasri jika terjadi awan panas (turun). Tapi jika (disertai) gas beracun tidak tahu lagi," ujar Ketua RT 04/RW 12 Dusun Gambar Anyar, Sukardi.

Selain itu, warga berkeyakinan beberapa titik lokasi di kampung mereka cukup aman dari bahaya erupsi Gunung Kelud maupun ancaman awan panas disertai gas beracun.


Empat Tewas

Mengenai korban jiwa, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho menuturkan jumlah korban tewas akibat erupsi Gunung Kelud berjumlah empat orang hingga Sabtu sore, dengan 56.089 jiwa mengungsi dan tidak ada orang hilang.

Sutopo mengklarifikasi adanya pemberitaan di sejumlah media massa yang mengabarkan bahwa jumlah korban tewas akibat erupsi Gunung Kelud berjumlah tujuh orang. Dia menjelaskan telah terjadi kekeliruan dalam penghitungan jumlah korban tewas, yang menyebabkan sejumlah korban terhitung dua kali dengan sebutan nama berbeda.

"Setelah dicek ulang ke Kecamatan Ngantang di Kabupaten Malang, dan bertemu dengan Kepala Desa setempat, BPBD dan TNI di lapangan dilaporkan bahwa informasi tersebut tidak benar," ungkapnya.

Tiga dari empat korban meninggal dunia tersebut meninggal akibat sesak nafas karena abu vulkanik, sedangkan satu lainnya tertimpa reruntuhan tembok saat menunggu kendaraan pengangkut evakuasi.

Keempat korban tewas yang tinggal di Kecamatan Ngantang itu diidentifikasi sebagai Pontini alias Mbok Nya (60). Sahiri alias Sair (70), Sanusi (80) serta Sutinah (97).

Daerah Kecamatan Ngantang, lanjut Sutopo, merupakan salah satu yang cukup parah terkena dampak erupsi. "Selain abu tebal, (daerah itu) juga terkena lontaran batu dengan diameter lima hingga delapan centimeter. Atap rumah tertimpa pasir sehingga beberapa rumah, sekolah, toko dan bangunan lainnya roboh," jelasnya.

Sementara itu, puluhan ribu warga tercatat berada di 89 lokasi pengungsian yang berada di lima kabupaten-kota di Jawa Timur, yaitu 10.895 orang di Kabupaten Kediri, 11.084 orang di Kota Batu, 8.193 orang di Kabupaten Blitar, 25.150 orang di Kabupaten Malang dan 767 orang di Kabupaten Jombang.

Sedangkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat aktivitas vulkanik Gunung Kelud menunjukkan penurunan, namun masih berstatus awas. "Aktivitas Gunung Kelud menunjukkan penurunan, hanya tremor menerus dengan intensitas sedang. Status (masih) Awas dan radius 10 kilometer harus dikosongkan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugrohokata Sutopo.

Meskipun aktivitas vulkanik Gunung Kelud mengalami penurunan, masyarakat yang tinggal di sekitar kaki Gunung diminta waspada dan segera meninggalkan rumah menuju lokasi aman.

"Saat ini masih ada warga yang belum mengungsi, sehingga aparat dan relawan masih banyak melakukan evakuasi," kata Sutopo yang berada di lokasi.

Terkait penanganan bencana erupsi Gunung Kelud, TNI Angkatan Darat (AD) menyiagakan 5.000 prajuritnya dan sarana pendukung seperti truk, alat medis dan perlengkapan dapur umum untuk membantu upaya penanganan dampak bencana tersebut.

Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Andika Perkasa mengatakan TNI AD antara lain menyiapkan 31 truk dan 23 set peralatan dapur lapangan, tim medis, serta 23 set alat komunikasi. Sabtu pagi, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman akan berangkat dari Jakarta ke Solo menggunakan kereta api untuk meninjau posko-posko penanggulangan bencana TNI AD di sana.

Kemudian dari Solo, Budiman beserta rombongan akan melanjutkan perjalanan untuk meninjau posko-posko penanggulangan bencana TNI AD di Jawa Tengah maupun di Jawa Timur.


Lahar dingin

Sementara itu, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengimbau warga mewaspadai lahar dingin pascaerupsi Gunung Kelud yang berada di perbatasan tiga kabupaten di Jatim, yaitu Kediri, Blitar dan Malang yang berpotensi turun ketika hujan terjadi.

"Kalau hujan deras bisa saja lahar dingin turun dan tingkat berbahayanya juga tinggi, karena saat turun bisa sampai membawa batu besar-besar," kata Kepala PVMBG Muhamad Hendrasto.

Ia mengatakan lahar memang bisa saja turun, namun semua juga tergantung cuaca. Diharapkan, masyarakat menjauhi lokasi yang dijadikan sebagai kantung-kantung lahar, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Tentang kondisi terkini Gunung Kelud, ia mengatakan masih berbahaya dan aktivitasnya masih tinggi. Dianjurkan, warga tidak melakukan aktivitas terutama dalam radius 10 kilometer.

Ia juga menyebut, erupsi Gunung Kelud telah selesai terjadi, tapi bukan berarti sudah tenang. Sampai saat ini masih terlihat aktivitas, di antaranya embusan-embusan.

Embusan itu, kata dia, membawa abu vulkanik yang masih berbahaya. Embusan itu nampak berwarna hitam dan membumbung cukup tinggi, mengikuti arah angin.

"Aktivitas masih tinggi, untuk itu status Awas masih berlaku, dan radius 10 kilometer harus steril," tegasnya.

Ia meminta masyarakat mematuhi larangan untuk masuk dalam radius 10 kilometer, karena masih berbahaya. Kondisi tersebut belum diketahui sampai kapan.

Untuk saat ini, pihaknya masih menunggu dan terus memantau kondisi Gunung Kelud. Jika kondisinya sudah menunjukkan penurunan aktivitas dan dirasa sudah tidak berbahaya, PVMBG baru bisa melakukan kajian ulang status terkini.

Gunung Kelud mengalami erupsi Kamis (13/2) malam, setelah sebelumnya terjadi gempa tremor sampai enam jam. Gunung itu dinyatakan erupsi pada pukul 22.56 WIB, setelah statusnya naik dari semula waspada menjadi awas.

Perubahan status Gunung Kelud relatif sangat cepat, dari sebelumnya aktif normal berubah menjadi waspada pada Minggu (2/2), dan berubah lagi menjadi siaga pada Senin (10/2) pukul 16.00 WIB, dan Kamis (13/2) pukul 21.15 WIB berubah statusnya menjadi awas.

Gunung itu pernah meletus sampai 25 kali, rentang 1000 sampai tahun 2007, dengan puluhan ribu korban jiwa, maupun materiil. Gunung tersebut pernah akan meletus pada 2007, tapi secara "efusif" atau tertahan.

Dilaporkan dari daerah selatan Gunung Kelud sejak batas wilayah berpenghuni dusun Kruwuk/Gadungan, Kecamatan Gandusari, Blitar pascaerupsi Kamis (13/2) malam, untuk pertamakalinya diguyur hujan diawali pergerakan awan gelap disertai tebaran abu, Sabtu.

Wartawan Antara yang memantau wilayah tersebut, melihat banyak warga keluar rumah dan mendongakkan kepalanya ke arah puncak Kelud. Hal itu dilakukan setelah warga merasakan adanya tebaran abu halus yang terjadi bersamaan dengan datangnya tiupan angin kencang.

Warga banyak yang keluar rumah guna melihat keadaan, mengingat kedatangan angin kencang itu disertai tebaran abu halus. Hal itu terjadi bersamaan dengan terjadinya pergerakan awan gelap di atas Gunung Kelud ke arah selatan.

"Kami khawatir kembali terjadi letusan besar. Karena kalau itu terjadi, maka warga harus segera kembali melakukan langkah mengikuti petunjuk ke arah lokasi evakuasi yang ada di pinggir-pinggir jalan," kata Teguh, warga setempat.

Menurut Ny Masringah, guru SDN Gadungan 2, daerah sekitar hingga Desa Ngaringan, Kecamatan Gandusari, yang berada dalam radius 10-15 kilometer dari Gunung Kelud, saat terjadi erupsi sempat terkena tebaran kerikil vulkanik yang masih dalam kondisi panas.

Namun, hingga sejauh ini tidak mendapatkan kiriman abu vulkanik dalam jumlah banyak. "Saat Gunung Kelud meletus tahun 1990, ketebalan tebaran abu vulkanik di daerah sekitar sini, terutama di jalan, sampai sekitar 40 centimeter," ujarnya.

Sementara letusan Gunung Kelud pada Kamis malam itu, nyaris tidak menimbulkan dampak apapun. Atap-atap rumah, halaman, jalan, hingga dedaunan dan aneka tanaman terlihat bersih. "Kondisinya hampir sama seperti sebelum terjadi letusan, tidak ada lapisan abunya," ucap Masringah.

Karena itu, begitu melihat cuaca gelap dan muncul angin kencang diwarnai tebaran abu halus, warga bergegas keluar rumah guna melihat keadaan, apakah berbahaya atau tidak.

Demikian pula warga yang berkendara dari Gadungan-Sukosewu menuju Sumberagung ke arah barat melintasi dam lahar Kali Putih atau melawan arah angin, banyak yang memilih kembali guna menghindari tebaran abu, selain khawatir terhadap kondisi cuaca yang agak gelap.

Warga maupun para pengendara sepeda pancal maupun kendaraan bermotor, terlihat sambil menutup hidung atau mengangkat kaosnya untuk menutup hidung agar tidak terkena tebaran abu halus dari sisa-sisa letusan Gunung Kelud.

Hujan yang terjadi selama sekitar satu jam siang itu, melanda wilayah sekitar Gadungan, Sumber Agung, Ngaringan, hingga daerah sekitar Talun, sehingga kondisi udara menjadi lebih bersih dan terasa segar.(*)

Oleh Chandra HN
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014