Jika mitra yang ada memang berkomitmen, kami bahkan tidak akan membutuhkan sembilan jam untuk bisa mencapai kesepakatan itu."
Ramallah, Wilayah Palestina (ANTARA News) - Seorang pejabat senior Palestina pada Kamis mengatakan bahwa Palestina menolak langkah Amerika Serikat untuk memperpanjang batas waktu sembilan bulan, yang jatuh pada April, untuk negosiasi dengan pihak Israel agar berhasil membentuk suatu kerangka kesepakatan damai.

"Tidak ada artinya memperpanjang negosiasi ini, bahkan untuk tambahan satu jam lagi, jika Israel, yang diwakili oleh pemerintahnya saat ini, terus mengabaikan hukum internasional," kata ketua perunding Palestina Saeb Erakat, lapor AFP.

"Jika mitra yang ada memang berkomitmen, kami bahkan tidak akan membutuhkan sembilan jam untuk bisa mencapai kesepakatan itu," ujarnya.

Pernyataan tersebut ia sampaikan untuk menanggapi Menteri Luar Negeri AS John Kerry, yang pada Rabu di Washington mengatakan bahwa pihak AS memerlukan lebih banyak waktu untuk negosiasi, dan Kerry berharap ada persetujuan awal untuk suatu kerangka kerja yang dapat memandu pembicaraan damai lebih lanjut.

Kerry lah yang membujuk kedua belah pihak (Israel-Palestina) untuk kembali ke meja perundingan pada akhir Juli 2013, setelah perundingan itu tertunda selama tiga tahun.

"Kemudian kita masuk ke dalam negosiasi-negosiasi akhir. Saya pikir siapa pun tidak akan ada yang khawatir jika ada waktu sembilan bulan lagi, atau berapa lama pun itu ... Tetapi hal itu belum ditetapkan," katanya.

Menteri Pertahanan Israel Moshe Yaalon bulan lalu mengatakan bahwa ia mengharapkan jangka waktu negosiasi akan diperpanjang.

"Kami sekarang berusaha untuk mencapai sebuah kerangka kerja guna melanjutkan negosiasi untuk periode lebih dari sembilan bulan, waktu yang kira-kira cukup untuk mencapai kesepakatan permanen," katanya.

Presiden AS Barack Obama akan menjadi tuan rumah bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pekan depan.

Obama diharapkan kembali menekan Netanyahu untuk mengendalikan proyek perluasan permukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat, dimana hal itu telah membuat pihak Palestina mengundurkan diri dari meja perundingan.

Surat kabar Israel, Yediot Aharanot, pada Kamis melaporkan bahwa kabinet Netanyahu diam-diam mulai membekukan de facto pada perluasan permukiman di luar pusat-pusat populasi Yahudi yang besar.

Surat kabar itu mengatakan bahwa langkah kabinet Netanyahu itu dibahas dalam percakapan antara seorang pemimpin di pemukiman Tepi Barat dengan Sekretaris Kabinet Israel Avihai Mandelblit.

"Kami telah menerima instruksi dari pejabat tingkat politik untuk tidak melanjutkan rencana (konstruksi) di luar blok permukiman," kata surat kabar itu mengutip pernyataan Mandelblit ketika berbicara dengan pemimpin pemukiman Lembah Yordan, David Elhayani.

Radio militer Israel pekan lalu melaporkan bahwa pihak AS diperkirakan akan menuntut pembekuan sebagian proyek pemukiman Israel, ketika Kerry menampilkan rencana untuk memperpanjang pembicaraan damai.

Israel sejauh ini menolak tekanan terus-menerus dari sekutu utamanya (AS) untuk memperbaharui upaya-satu-kali pembekuan parsial pembangunan pemukiman baru di Tepi Barat selama 10 bulan, yang berakhir pada akhir tahun 2010, dimana hal itu berkontribusi terhadap gagalnya putaran terakhir pembicaraan damai.

"Kami tidak akan membekukan proyek pembangunan pemukiman," kata Menteri Perumahan Israel Uri Ariel Yahudi pekan lalu.

"Tidak mungkin perdana menteri (Netanyahu) memerintahkan untuk tidak menjalankan tender yang diberlakukan di luar blok permukiman," lanjutnya.

Baik Palestina maupun masyarakat internasional menganggap semua pembangunan Israel di atas tanah Tepi Barat, wilayah yang dikuasai Israel dalam perang Timur Tengah pada 1967, sebagai pelanggaran hukum internasional.


Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014