Denpasar (ANTARA News) - Anif Solchanudin alias Pendek bin Suyadi (24), anggota Al-Jemaah Al-Islamiah (JI) yang batal bertindak selaku pelaksana bom bunuh diri (istimata) dalam kasus bom Bali 2005, dijatuhi hukuman 15 tahun penjara di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis. Vonis majelis hakim yang diketuai Daniel Palentin SH, lima tahun lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Putu Indriati SH yang sebelumnya meminta agar warga asal Semarang, Jawa Tengah itu diganjar hukuman 10 tahun penjara. Majelis hakim dalam amar putusannya pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa Anif yang salah seorang anggota JI rekrutan Subur Sugiarto alias Abu Isa, tercatat ambil bagian sejak tahap perencanaan dari aksi bom Bali II, 1 Oktober 2005. Sebagai bukti, lanjut hakim, pada Agustus 2005, sekitar dua bulan sebelum bom meletus di Jimbaran dan Kuta, terdakwa Anif sempat mendengar dan tahu akan ada "proyek" di Bali. Abu Isa yang adalah qoid fiah dalam kelompok JI, kepada Anif sempat memberitahukan bahwa akan ada "proyek" lagi di Bali, setelah proyek pertama di Legian Kuta 12 Oktober 2002. Mendengar akan ada "proyek" tersebut, Anif yang sudah banyak mendapat pelajaran tentang jihad dan mati syahid dari Abu Isa, menawarkan diri untuk siap bertindak sebagai pelaku bom bunuh diri (istimata). "Terdakwa siap sebagai `istimata` setelah yakin bahwa dengan meneteskan darah akan terbuka pintu surga, yang tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga bagi 70 anggota keluarga terdakwa yang lain," ujar hakim. Setelah mendapat pengarahan tentang "istimata" dari Abu Isa, terdakwa selanjutnya mengikuti pelatihan perang di Bukit Ungaran, Semarang. Bertindak selaku pelatih dalam penggemblengan ala militer itu, adalah Abu Isa sendiri yang dibantu adik kandungnya, Sobri alias Sobron. Usai latihan, kesiapan Anif tersebut oleh Abu Isa dilaporkan kepada gembong teroris Noordin M Top yang sedang mengatur strategi peledakan bom Bali 2005, bertempat di Rumah Makan Padang Selera di Semarang. Mendengar itu, Noordin M Top meminta agar terdakwa belajar menyetir mobil, menyusul diserahkan sejumlah buku tentang bom bunuh diri. Namun belakangan, beberapa pekan sebelum bom meledak di Jimbaran dan Kuta, peran Anif tiba-tiba digantikan orang lain. Setelah bom meletus 1 Oktober 2005, kata hakim, petugas yang melakukan penyelidikan menyusul mengetahui bahwa yang bertindak selaku "istimata" adalah Salik Firdaus (Majalengka, Jabar), Misno (Cilacap, Jateng), dan Aip Hidayatullah (Ciamis, Jabar). Melihat semua rentetan itu, hakim mengatakan bahwa Anif adalah terdakwa yang tahu persis sejak tahap perencanaan dari aksi bom Bali II yang meletus 1 Oktober 2005 sekitar pukul 18.30 Wita. Selain sebagai pelaku bom, pria dengan tiga anak itu juga terbukti memiliki dan menyimpan amunisi yakni sebanyak 38 butir peluru kaliber 38 di rumahnya di Semarang. Di persidangan terungkap kalau peluru senjata laras pendek sebanyak itu adalah barang yang diperolehnya dari Reno alias Teddy, salah seorang pentolan JI yang hingga kini masih buron. Atas bukti-bukti yang terungkap di persidangan seperti itulah, majelis hakim kemudian memvonis Anif dengan 15 tahun penjara dipotong selama yang bersangkutan berada dalam tahanan. Menanggapi vonis hakim tersebut, baik terpidana Anif maupun tim penasehat hukum yang mendampinginya, menyatakan pikir-pikir dulu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006