Jakarta (ANTARA News) - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat gagal mengeksekusi terpidana korupsi proyek Export Oriented (Exor) I Pertamina di Balongan, Tabrani Ismail, yang telah divonis enam tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) pada 26 April 2006. Kasubsie Penyidikan Kejari Jakarta Pusat, Ali Syaifudin, di Jakarta, Jumat, mengatakan, tim jaksa telah berupaya untuk mendatangi rumah Tabrani di Jalan Komando III, Setiabudi, Jakarta Pusat, pada Kamis, 14 September 2006, namun hanya berhasil menemui istri serta anak Tabrani yang bernama Rifran Tabrani. "Anaknya mengatakan Tabrani sedang sakit namun menolak untuk memberitahu keberadaan Tabrani," kata Ali. Menurut dia, Rifran akhirnya berjanji untuk menyerahkan ayahnya ke kantor Kejari Jakarta Pusat pada Jumat, 15 September 2006. Namun, hingga Jumat sore, Tabrani belum juga muncul di kantor Kejari Jakarta Pusat. Ali mengatakan pihak keluarga Tabrani sampai saat ini belum bisa dihubungi. Pihak kejari, kata Ali, sampai saat ini masih menunggu itikad baik dari keluarga Tabrani untuk menyerahkan diri. Ali menambahkan, pihak Kejari juga telah mencoba menghubungi kuasa hukum Tabrani, OC Kaligis. Namun, tim jaksa hanya ditemui oleh staff kantor hukum OC Kaligis yang mengatakan pengacara kondang itu tengah berada di Bandung untuk menempuh ujian doktoralnya. "Kita disuruh menunggu sampai OC Kaligis selesai ujian doktor di Bandung," ujar Ali. OC Kaligis ketika dihubungi ANTARA melalui telepon selulernya mengaku dirinya tengah berada di Bandung. Ia juga mengakui bahwa Tabrani adalah kliennya. Namun, ketika ditanya soal keberadaan Tabrani, Kaligis langsung menutup sambungan telepon sambil mengatakan dirinya sedang sibuk. Ketika ANTARA mencoba menghubungi Kaligis kembali, telepon selulernya sudah dalam keadaan tidak aktif. Telepon milik Rifran Tabrani pun dalam keadaan tidak aktif ketika dicoba untuk dihubungi. Ali menjelaskan petikan putusan kasasi Tabrani baru diterima oelh pihak Kejari dua pekan yang lalu. Namun, eksekusi baru bisa dilaksanakan pada Kamis, 14 September 2006. MA menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan hukuman denda Rp30 juta subsider tiga bulan kurungan serta membayar ganti kerugian negara sebesar 189,58 juta dolar AS kepada mantan Direktur Pengolahan Pertamina itu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006