Jakarta (ANTARA News) - Anggota Tim Pengawas Kasus Bank Century DPR, Indra, mengatakan seorang pejabat bisa bertindak seenaknya apabila kebijakan yang diambil tidak bisa dipidana ketika terbukti merupakan tindak kejahatan.

"Seorang pejabat harus memahami bahwa dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kebijakan yang merugikan negara dan memperkaya orang lain juga termasuk korupsi," kata Indra dihubungi di Jakarta, Rabu.

Menurut Indra, meskipun dalam kebijakan tentang Century tidak ada pejabat yang memperkaya diri sendiri, kebijakan tersebut tetap bisa dianggap sebagai tindakan korupsi karena merugikan negara dan memperkaya orang lain.

Karena itu, para pengambil kebijakan yang terlibat dalam bailout Bank Century tetap bisa dipidanakan karena bisa dikategorikan melakukan korupsi.

"Seharusnya pembicaraan tentang ini sudah tuntas pascapenetapan BM sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dengan penetapan itu, KPK sudah membuat konklusi dengan bukti-bukti yang diperoleh bahwa kasus tersebut merupakan tindak pidana korupsi," tuturnya.

Indra menyayangkan bahwa ada beberapa pihak, termasuk pejabat negara yang berusaha membiaskan opini publik mengenai sebuah kebijakan yang bisa dikategorikan sebagai korupsi.

Padahal, menurut dia, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tipikor saja sudah mencantumkan bahwa sebuah kebijakan juga bisa dianggap sebagai tindakan korupsi.

"Dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP juga disebutkan bahwa pihak yang turut serta karena memfasilitasi dan mendorong sebuah tindak kejahatan bisa ikut dipidanakan. Karena itu, apabila ada kebijakan yang memfasilitasi tindak kejahatan tentu pengambil kebijakan juga bisa dipidana," katanya.

Sebelumnya, dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa yang difasilitasi Komite Ekonomi Nasional (KEN), terkait kasus Bank Century, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat berkomentar mengenai kasus Century.

Presiden mengatakan kebijakan tidak dapat diadili. Namun, implementasi yang menyimpang dari sebuah kebijakan dapat dipidanakan.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014