Penonton sekarang sudah bisa memilih. Bisa jadi mereka akan jenuh dengan pemilik media yang disiarkan terus menerus di televisi,"
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pertelevisian Ishadi SK menegaskan pemilik media khususnya televisi yang mencalonkan diri sebagai presiden pada Pemilu 2014 tidak perlu ditakuti oleh kandidat lainnya.

Di sela-sela peluncuran bukunya berjudul "Media dan Kekuasaan: Televisi di Hari-Hari Terakhir Presiden Soeharto" di Jakarta, Sabtu, Ishadi menyatakan media hanya merupakan salah satu faktor bagi kemenangan seseorang calon presiden namun bukan merupakan faktor utama penentunya.

Mantan Dirjen Radio, Televisi dan Film Departemen Penerangan itu mengungkapkan, Joko Widodo (Gubernur DKI), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan Presiden Obama berhasil membuktikan selalu unggul dalam pemilihan, padahal mereka bukan pemilik media.

"Penonton sekarang sudah bisa memilih. Bisa jadi mereka akan jenuh dengan pemilik media yang disiarkan terus menerus di televisi," katanya.

Oleh karena itu, menurut Ishadi, yang juga praktisi televisi itu, pemilik media, khususnya televisi yang mencalonkan diri dalam pemilihan presiden tidak perlu ditakuti dan terlalu dikhawatirkan.

Menyinggung kemungkinan campur tangan pemilik media terhadap siaran televisi, Doktor bidang Komunikasi Massa itu menyatakan media televisi di Indonesia saat ini sedang dalam proses.

Dengan demikian, tambahnya, sebenarnya tidak bisa menyalahkan sepenuhnya terhadap pemilik media, namun justru aturan atau undang-undangnya harus ditegakkan.

"Mengapa aturannya tidak ditegakkan? Mari buat aturan yang lebih ketat sampai detail," katanya.

Dia mencontohkan, media televisi seperti CNN memiliki aturan atau kode etik yang sangat detail hingga mencapai 200 halaman yang dipelajari dan ditaati semua orang termasuk pemiliknya.

Bahkan, ketika Peter Arnet (pemilik CNN) melanggar kode etik tersebut dia dipecat, padahal dia berjasa dalam peliputan perang Irak.

"Di Indonesia masih perlu waktu. Tapi kita harus ke sana suatu waktu," katanya.

Sementara itu dalam "Media dan Kekuasaan: Televisi di Hari-Hari Terakhir Presiden Soeharto" Ishadi menyoroti dinamika dan pergolakan yang terjadi di newsroom stasiun-stasiun televisi milik "keluarga cendana" dalam pemberitaan aksi-aksi demonstrasi mahasiswa yang sudah berlangsung tiga bulan, yang berakhir dengan lengsernya Presiden SOeharto Mei 1998.

Melalui karya tulis yang disusun berdasarkan disertasi doktor pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia itu, dia mendeskripsikan dan menganalisis berbagai ketegangan yang terjadi di antara newsroom dan wakil pemilik di tiga stasiun televisi hingga akhirnya wakil pemilik televisi tidak mampu lagi mengendalikan isi pemberitaan.

"Artinya Presiden Soeharto justru dijatuhkan oleh televisi-televisi yang berada di bawah kendalinya sendiri," katanya.
(S025/I007)

Pewarta: Subagyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014