Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta untuk membatasi fasilitas yang selama ini diberikan kepada Salim Group, mengingat perusahaan itu kurang optimal membantu Indonesia yang sedang membutuhkan modal investasi pembangunan infrastruktur. "Pemerintah harus tegas terhadap Grup Salim. Dia besar di Indonesia begitu pula keluarganya di Indonesia, tetapi kemudian banyak menanam modalnya di negara lain, termasuk India dalam jumlah yang besar," kata anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar Azwir Dainy Tara di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis. Azwir mengatakan, ekspansi Group Salim ke mancanegara ini menimbulkan pertanyaan, terutama sikap nasionalismenya terhadap Indonesia. Selain itu yang menjadi pertanyaan adalah dari mana Salim Group itu mendapat dana besar untuk ekspansi, padahal melalui perjanjian MSAA (master settelement acquisition agreement-perjanjian pengembalian BLBI dengan jaminan asset) Group Salim menyerahkan semua aset-asetnya ke BPPN yang ditandatangani 21 September 2001. Azwir mengatakan Group Salim selama ini sudah menikmati fasilitas yang diberikan pemerintah, terutama pada pemerintahan Orde Baru. Tetapi sekarang, pada saat Indonesia memerlukan banyak investasi Grup Salim justru menanamkan modalnya ke luar negeri dengan jumlah investasi yang sangat besar. "Ini perlu dipertanyakan pemerintah. Kalau tidak ada komitmen terhadap Indonesia, pemerintah harus membatasi fasilitas terhadap Salim Group," katanya. Guna menindaklanjuti hal itu, kata Azwir, DPR khususnya Komisi VI dalam rapat kerja dengan Menko Perekonomian akan meminta agar masalah ini diperhatikan serius. Apalagi, fasilitas dan keistimewaan selama ini telah dinikmati Grup Salim. "Kalau perlu diberi peringatan berupa sanksi tegas agar investasi lebih banyak ditanam di negeri sendiri," katanya. Hal senada juga disampaikan Ketua Masyarakat Pemerhati Infrastruktur Indonesia (MPII) Adyan Soeseno. Dikatakannya bahwa ekspansi Group Salim ke mancenagera memang luar biasa. Bahkan, belum lama ini perusahaan besar milik konglomerat Liem Sioe Liong itu melakukan ekspansi ke India dengan investasi mencapai Rp36 triliun.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006