Jakarta (ANTARA News) - Pengawasan yang dilakukan DPR terhadap birokrasi banyak dikeluhkan karena menjurus kepada "pamer kekuatan" (power demonstration) dan dirasakan sebagai "killing field" (ladang pembantaian) bagi aparat birokrasi. "Aparat birokrasi banyak mengeluh karena sistem `checks and balances` yang dipratekkan DPR lebih menjurus kepada `power demonstration` dan `killing field`," kata Gubernur Lemhanas Prof Dr Muladi dalam Rapat Peningkatan Kinerja DPR di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis. Muladi mengungkapkan, langkah sebagian anggota DPR menjalankan tugasnya sering tidak tepat dan berlebihan. Unsur pemerintah sering menganggap rapat-rapat dengan DPR menjadi "ladang pembantaian". Menurut Muladi, DPR sering memposisikan diri secara vertikal terhadap pemerintah, seperti pada rapat kerja dan rapat dengar pendapat (RDP). Seolah-oleh pemerintah dalam posisi terdakwa. Karena itu, muncul keluhan bahwa rapat-rapat di DPR menjadi "ladang pembantaian." Anggota DPR dalam menjalankan tugas lebih mencerminkan kepentingan partai ketimbang memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakili. Dalam rapat-rapat dengan mitra kerja dari pemerintahan, di antara anggota DPR kurang koordinasi saat mempertanyakan persoalan. Bahkan tak jarang anggota DPR "saling serang". Karena itu, dia menyarankan agar DPR menetapkan fokus persoalan, bukan saling memperdebatkan persoalan berdasarkan kepentingan partainya. DPR perlu menetapkan standar operasi sebelum melakukan rapat dengan aparat birokrasi. Muladi juga mengungkapkan, dalam melaksanakan fungsi pengawasan, DPR terindikasi melakukan pengawasan fungsional yang bersifat teknis sehingga mengabaikan fungsi hakiki. Seharusnya DPR melakukan pengawasan yang bersifat politik dan strategis. Dalam kaitan ini, hak imunitas telah dimanfaatkan dengan baik oleh anggota DPR, sementara hak lainnya seperti hak interpelasi, angket, menyatakan pendapat, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, pendapat dan hak mengajukan usul RUU, belum dilaksanakan secara optimal, konsekuen dan konsisten sehingga sering terindikasi gagal dalam proses karena berbagai kepentingan yang berbeda. Di sisi lain, rakyat merasa tidak terwakili oleh anggota DPR sehingga terbentuk opini bahwa DPR bukan wakil rakyat, tetapi wakil partai. "Pada umumnya, anggota DPR melalui parpolnya tidak mengembangkan pendekatan partisipasi politik tetapi cenderung mengedepankan pendekatan mobilisasi politik," katanya. Muladi menegaskan, hakekat pengawasan adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, penyelwengan, pemborosan serta hambatan dan kesalahan yang akan menimbulkan kegagalan dalam pencapaian tujuan pemerintahan. . Yang harus mendapat perhatian khusus adalah pengembangan sistem "checks and balances" dalam melaksanakan tugas pemerintahan sebagai salah satu bentuk mekanisme peringatan dini apabila terjadi kejanggalan atau penyimpangan dalam proses tata pemerintahan. Hal itu perlu dilaksanakan secara seimbang tanpa adanya dominasi dari kekuatan eksekutif, legislatif dan yudikatif.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006