Puncak kekesalan pekerja outsourcing, di mana PT CUMP, PT PLN Sumbawa dan PT PLN Wilayah Mataram saling lempar tanggung jawab. Akibatnya gaji pekerja selama tujuh bulan tidak pernah dibayarkan lagi."
Sumbawa Besar (ANTARA News) - Sejumlah pekerja outsourcing yang tergabung dalam Serikat Pekerja Progresif menggelar aksi unjuk rasa dan mendirikan kemah di depan kantor PT PLN (Persero) Cabang Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Sabtu.

Koordinator aksi Zulkarnaen ketika dikonfirmasi Sabtu, menyatakan bahwa pekerja berjumlah 211 orang tersebut melakukan unjuk rasa untuk menuntut pengembalian haknya sebagai tenaga kerja BUMN pada PT PLN.

"Pekerja menuntut pengembalian hak, meski selama ini penandatanganan kontrak kerja bersama dilakukan vendor PT Citra Usaha Mandiri Perkasa (PT CUMP). Dan kontrak kerja ini tidak jelas. Bahkan, sudah tujuh bulan para pekerja outsourcing belum menerima upah," ujarnya.

Dia melanjutkan, kesepakatan bersama antara PT PLN Sumbawa, Pemkab Sumbawa, DPRD Sumbawa dan pekerja outsourcing, ternyata tidak dijalankan oleh PT PLN Sumbawa. Kesepakatan itu tertuang dalam risalah sejak tanggal 25 Oktober 2012, 22 November 2012 dan terakhir 6 November 2013.

"Puncak kekesalan pekerja outsourcing, di mana PT CUMP, PT PLN Sumbawa dan PT PLN Wilayah Mataram saling lempar tanggung jawab. Akibatnya gaji pekerja selama tujuh bulan tidak pernah dibayarkan lagi," kata Zulkarnaen, dengan nada mengeluh.

Didampingi sejumlah pekerja outsourcing PT PLN Sumbawa lainnya, Zulkarnaen menegaskan, dalam notulen rapat yang dihadiri manager PT PLN Wilayah Mataram 22 November 2012, disepakati bahwa selama proses pembicaraan yang dilakukan oleh dewan dan pihak terkait ke pusat, tidak ada intimidasi yang dilakukan oleh pihak PLN. Selanjutnya, pihak PLN akan membuat surat edaran (SE) kepada PLN cabang/unit, agar tidak melakukan intimidasi kepada pekerja outsourcing.

"Tetapi kesepakatan itu tidak dilakukan dan para pekerja mendapat ancaman, sehingga sebagian besar pekerja outsourcing lebih memilih mengundurkan diri," ujar Zulkarnaen.

Sebelumnya, kata dia, pada pertemuan 25 Oktober 2012, juga telah dilahirkan tiga butir kesepakatan. Pertemuan yang berlangsung di kantor Bupati Sumbawa menelorkan perjanjian di antaranya, pertama, serikat pekerja meminta kepada PT PLN Area Sumbawa agar aspirasi yang disampaikan serikat pekerja dapat ditindaklanjuti ke kantor Wilayah PT PLN NTB maupun pusat.

Kedua, managemen PT PLN Sumbawa tidak melakukan pemutusan hubungan kerja sebelum adanya keputusan Menteri Tenaga Kerja terkait dengan outsourcing secara nasional. Ketiga, managemen PT PLN Sumbawa tidak melakukan mutasi dan intimidasi terhadap pekerja.

Kesepakatan terakhir, ujarnya, digelar di gedung DPRD Sumbawa tanggal 6 November 2013. Rekomendasikan yang dihasilkan bahwa status hubungan pekerja outsourcing bukan lagi sebagai Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT), tetapi Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tentu (PKWTT).

Disebutkannya pula, selama belum ada keputusan dari Kementerian BUMN dan Kementerian Tenaga Kerja, pekerja outsourcing di PT PLN tetap dipekerjakan. Selama masa perselisihan maka pekerja berhak menerima upah, dan dibayar dengan segera oleh PT PLN Sumbawa, dalam jangka waktu paling lama satu minggu sejak ditandatangani rekomendasi ini.

"Pekerja outsourcing ini tidak akan berhenti melakukan aksi pendudukan lokasi PT PLN Sumbawa, jika kesepakatan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya tidak dilaksanakan. Tuntutan kami hanya satu, pekerjakan kami kembali sesuai dengan aturan UU Ketenagakerjaan dan dijadikan sebagai karyawan BUMN," ujar Zulkarnaen.

Dia menyitir kesepakatan bersama antara Menakertrans RI dan Menteri BUMN pada rapat panja Komisi IX DPR RI. Lima butir kesepakatan hendaknya dijalankan di antaranya, Komisi IX DPR RI dan menteri BUMN sepakat untuk melaksanakan rekomendasi panja Komisi IX.

Atas dasar hal ini, Menteri BUMN sepakat menghapus kelompok usaha yang menurut UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak diperbolehkan menggunakan penyerahan sebagian pekerjaan dan perjanjian pemborongan pekerjaan (outsourcing) dengan menerbitkan surat edaran Menteri BUMN per tanggal 5 Maret 2014.

"Sebelum ada putusan, kami tidak akan berhenti mendirikan tenda sampai tuntuan terpenuhi," katanya.  (SZH/KWR)

Pewarta: Siti Zulaeha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014