Jakarta (ANTARA News) - Meski pembicaraan telah dilakukan sekitar 30 tahun, Pemerintah Singapura masih mempersulit terwujudnya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Bahkan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM), Hamid Awaluddin, dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin, mengakui bahwa perundingan kedua pihak telah sembilan kali dilakukan. "Sudah ada kemajuan, namun masih ada perbedaan," katanya. Salah satu ganjalan untuk mewujudkan perjanjian ekstradisi di antara Indonesia-Singapura adalah perbedaan pada jenis dan catatan kejahatan (list crime). Indonesia menginginkan open list, artinya tidak perlu ada ketentuan kejahatan tertentu, sedangkan Singapura menginginkan fix list yang menggariskan perlunya ditentukan kejahatan tertentu. Dengan list crime itu pula, menurut dia, Singapura menginginkan, agar orang yang bisa diekstradisi adalah mereka yang dihukum minimal dua tahun. "Kita menginginkan untuk mereka yang dihukum satu tahun," katanya. Sejauh ini, menurut dia, kedua pihak sedang membicarakan secara mendalam mengenai perbedaan tersebut. Kepada anggota Dewsn, Hamid menambahkan, optimistis perbedaan itu akan bisa diselesaikan kedua pihak. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006