Paris (ANTARA News) - Seorang tokoh intelektual Muslim kenamaan Swiss, Senin, mengatakan pemerintah AS telah mencabut tuduhan bahwa ia mendukung terorisme, tetapi menolak untuk menghapuskan larangan pemberian izin masuk. Tariq Ramadan, yang sekarang menjadi pengajar di Oxford University di Inggris, mengatakan ia telah menerima surat resmi yang secara efektif membersihkan dia dari tuduhan yang menghalangi dia mengajar di University of Notre Dame di Indiana. Namun, surat dari kedutaan besar AS di Bern tersebut menjelaskan larangan tetap berlaku mengenai pernyataan bahwa ia telah menyumbang sebesar 770 dolar AS untuk satu kelompok pendukung Palestina, katanya. "Ini adalah larangan ideologis," katanya melalui telefon dari London. "Ini adalah satu-satunya cara mereka dapat membenarkan keputusan mereka setelah dua tahun penyelidikan." Ramadan, yang telah menjadi pengeritik vokal serbuan AS ke Irak dan dukungannya bagi Israel, menerima visa pada 2004 tapi Washington belakangan mencabutnya setelah menerima saran dari Departemen Keamanan Dalam Negeri -- yang tak memberi alasan bagi keputusannya. Ia melepaskan jabatannya, tetapi berjuang agar larangan itu dicabut dan namanya dibersihkan. Seorang hakim federal di New York mengecam pemerintah pada Juni karena menahan permohonan visa Ramadan dan memutuskan pemerintah harus membuat keputusan dalam kasus yang telah berjalan lama tersebut dalam waktu tiga bulan. Serikat Pekerja Sipil Bebas Amerika (ACLU) telah menuntut pemerintah AS pada Januari atas nama Ramadan dan menyatakan telah mengundang dia untuk ceramah, dengan alasan pemerintah secara tak layak menolak untuk memberikan visa kepada cendekiawan yang mengecam pemerintah Presiden George W. Bush. Departemen Luar Negeri AS mengkonfirmasi telah menolak untuk memberi visa kepada Ramadan, tapi menyatakan itu "tak ada hubungannya dengan pandangannya". Tanpa alasan jelas "Seorang pejabat konsuler telah menolak permohonan visa Dr. Tariq Ramadan ... karena menyediakan dukungan materil bagi satu organisasi teror," kata jurubicara Departemen Luar Negeri AS Kurtis Cooper, seperti dikutip Reuters. "Pejabat konsuler itu menyimpulkan Dr. Ramadan tak diberi visa 'semata-mata karena tindakannya sendiri', yaitu pemberian dukungan materil bagi organisasi teror," katanya. Cooper tak memberi perincian mengenai apa yang dilakukan Ramadan sehingga ia tak diberi visa, dan hanya menyebut-nyebut rahasia dalam proses permohonan visa. ACLU menyatakan organisasi itu sedang mempertimbangkan banding atas keputusan untuk menolak memberi visa kepada Ramadan. Ramadan mengatakan sumbangannya untuk Komite Amal dan Bantuan bagi Rakyat Palestina (CBSP), yang berpusat di Perancis, tampaknya dipandang sebagai "dukungan bagi gerakan garis keras Palestina, Hamas", yang telah dicap oleh Washington sebagai organisasi teroris. Namun ia mengatakan ia telah mengirim dana tersebut pada 2000, jauh sebelum Hamas dinyatakan sebagai organisasi teroris. Ia menyatakan CBSP adalah organisasi sah di Perancis, dan kota Lille di Perancis telah bekerjasama dengan organisasi itu selama beberapa tahun dalam proyek amal untuk rakyat Palestina. Dalam suatu pernyataan, Ramadan berkata, "Isi surat ini membersihkan nama saya dari semua tuduhan dan dugaan yang dilontarkan terhadap saya sejak visa saya dibatalkan." "Semua yang dikatakan mengenai apa yang disebut hubungan saya yang meragukan, pertemuan saya dengan teroris ini atau itu, pelajaran yang saya berikan, gagasan saya dan tulisan saya yang mendorong atau membenarkan terorisme, ucapan bercabang saya -- tak satu pun dari semua itu disebutkan," katanya. Ramadan, yang biasa mengutuk terorisme dan kekerasan dengan mengatasnamakan Islam, menyulut reaksi yang bertolak-belakang dari berbagai kelompok yang berbeda. Tokoh intelektual kelahiran Jenewa tersebut terkenal di kalangan Muslim muda Eropa atas upayanya mempertemukan identitas Eropa dan Islam mereka. Di kalangan sivitas akedemika Inggris dan AS, ia dikenal sebagai ahli urusan Islam yang berhaluan moderat. Di Perancis, banyak pejabat dan media memandang dia sebagai seorang radikal yang mengajarkan Islam garsi keras kepada massa Muslim dan ajaran moderat kepada non-Muslim. Ia membantah tuduhan "berbicara dengan lidah bercabang" itu. Dalam suatu pernyataan, Ramadan megnatakan ia akan terus mendukung upaya Palestina. "Jika harga yang harus dibayar bagi komitmen ini ialah tak pernah menginjak tanah Amerika, saya siap membayarnya tanpa keraguan sedikit pun." (*)

Copyright © ANTARA 2006