Pekanbaru, (ANTARA News) - World Wide Fun for Nature (WWF) meminta agar implementasi Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) tentang penetapan Riau sebagai Pusat Konservasi Gajah Sumatera dapat segera dilaksanakan secara terpadu dan segera diadopsinya protokol mitigasi konflik antara gajah dan manusia dan dilaksanakannya upaya penegakan hukum terhadap pelaku pembunuhan gajah. "WWF menyambut baik dikeluarkannya peraturan ini, mengingat pengendalian dan penanggulangan konflik gajah dan manusia sangat terkait dengan kebijakan tata ruang dan tata guna lahan," kata Direktur Program Kebijakan WWF Indonesia Nazir Foead dalam siarannya persnya yang diterima ANTARA di Pekanbaru, Rabu (27/9). Permenhut Nomor P.54/Menhut-11/2006 yang dikeluarkan di Jakarta 19 Juli 2006 lalu memuat kebijakan yang dapat mengatasi akar permasalahan konflik gajah dan manusia. Butir-butir penting di dalamnya antara lain mencakup penyusunan rencana aksi konservasi gajah Sumatera, penghentian konversi hutan alam untuk tujuan apapun, evaluasi pemanfaatan hutan untuk kepentingan non kehutanan. Kemudian, pertahanan kantong-kantong habitat gajah yang tersisa, pembangunan koridor antarkantong-kantong habitat gajah antara Taman Nasional Tesso Nilo dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh serta penetapan dan pelaksaanaan protokol penanganan konflik gajah dan manusia. "WWF akan membantu teknis pelaksanaan butir-butir peraturan tersebut di lapangan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Kebijakan pemerintah untuk menghentikan konversi hutan alam yang tersisa, agar tidak memperparah konflik satwa dengan manusia adalah keputusan yang sangat relevan untuk kondisi hutan Riau saat ini," katanya. WWF mencatat dalam 23 tahun terakhir tutupan hutan Riau telah berkurang hingga 57 persen dari 6,4 juta hektar menjadi 2,7 juta hektar akibat aktivitas konversi. Hilangnya tutupan hutan habitat gajah sumatera itu berdampak pada semakin meningkatnya konflik antara gajah dan manusia. Seperti diketahui, pekan lalu warga Desa Segati melaporkan adanya empat bangkai gajah dalam kondisi rusak di areal konsesi HPH di PT Siak Raya Timber yang merupakan areal pencanangan perluasa TNTN. Bangkai pertama, kemungkinan besar betina, ditemukan pada 20 September 2006 di konsesi PT Siak Raya Timber yang berbatasan dengan Konsesi HTI PT Nusa Wana Raya. Di dekat bangkai yang sudah tak bertulang tersebut, ditemukan beras bercampur serbuk beracun serta sabun batangan yang berisikan serbuk hitam yang diduga potasium. Ketiga bangkai lain yang sudah tinggal tulang ditemukan keesokan harinya, 21 September 2006, di konsesi HTI PT Nusa Wana Raya. Konflik "perebutan ruang hidup" dengan manusia diduga menjadi penyebab matinya satwa dilindungi ini. WWF, tambahnya meminta kepada Departemen Kehutanan dan Instansi Pemerintah lainnya yang terkait agar deklarasi perluasan Taman Nasional Tesso Nilo dan Bukit Tigapuluh dapat segera direalisasikan, termasuk pengamanan koridor-koridor sebagai kawasan pergerakan gajah. Hal ini sejalan dengan amanat di dalam Permenhut P.54/Menhut-11/2006 tersebut dan akan memperbesar peluang penyelesaian konflik gajah dan manusia, serta memungkinkan adanya upaya perlindungan gajah secara menyeluruh di kawasan tersebut baik dari perburuan, perambahan maupun kebakaran hutan.(*)

Copyright © ANTARA 2006