Lombok Tengah, NTB, 4 Mei 2014 (ANTARA) -- Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara intensif terus berupaya  mengembangkan kawasan budidaya laut atau marikultur. Prospek pengembangan marikultur dapat dikembangkan mulai wilayah garis pantai kurang dari 4 mil, area pantai 4 – 12 mil hingga pada area lepas pantai  atau off shore diatas 12 mil. Apalagi  luas indikatif potensi lahan budidaya laut nasional mencapai 4,58 juta ha dan baru dimanfaatkan kurang dari 2%.  Demikian ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo pada kunjungan kerja di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat,  Sabtu (3/5).

Menurut Sharif, komoditas budidaya laut mempunyai nilai ekonomis tinggi, dimana permintaan komoditas marikultur cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun.  Ke depan, komoditas ini mempunyai peluang pasar yang terus semakin besar.  Dimana diprediksi pasar untuk komoditas marikultur masih terbuka luas. Terutama ikan kakap putih dan kakap merah yang mirip dengan rasa ikan Cod/Gindara. Adapun ikan Cod/Gindara ini merupakan ikan premium yang diterima baik di pasar USA, Australia, Jepang, dan Eropa. “Untuk itu, pengembangan kawasan marikultur ini tentunya menjadi peluang yang harus kita manfaatkan secara optimal.” katanya.

Sharif menjelaskan, Provinsi NTB merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi area pengembangan budidaya laut sangat potensial. Dengan luas mencapai 2.642 Ha dan tingkat pemanfaatannya sampai tahun 2011 baru mencapai 115,03 ha, menjadi peluang bagi  para penggiat perikanan khususnya di Provinsi NTB.  Selain potensi wilayah yang masih luas, NTB juga memiliki potensi jenis komoditas budidaya laut yang cukup banyak, baik jenis ikan maupun jenis rumput laut. Sebagai contoh, pengembangan usaha budidaya kerapu, kakap, bawal merupakan komoditas yang sangat prospektif, dan pasarnya cukup luas untuk Asia maupun Eropa. “KKP akan terus mendorong  usaha budidaya laut dapat berkembang sejalan dengan penguasaan teknologi dan peluang pasar
baik lokal maupun ekspor,” tegasnya.

Budidaya laut lanjut Sharif merupakan tambang emas yang belum tergali. Untuk itu potensi marikultur ini perlu diperkenalkan kepada investor dengan konsep usaha industri budidaya laut yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Hal ini akan mendorong pertumbuhan dan pergerakan ekonomi serta pemberdayaan masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil. Sehingga peran pemerintah khususnya pemerintah daerah sangat diperlukan dengan memberikan kemudahan terhadap akses investasi pada sektor ini. Demikian juga peran UPT seperti  BBL Lombok agar terus melakukan perekayasaan teknologi budidaya yang inovatif, aplikatif, efektif dan efisien yang secara langsung mampu mendorong peningkatan produksi budidaya laut di kawasan-kawasan potensial. “Tidak kalah pentingnya, kepada Pemerintah Daerah, agar segera menetapkan regulasi terkait penataan zonasi/tata ruang perairan, memberikan kemudahan dan keamanan investasi melalui pengawasan dan implementasi regulasi yang konsisten,” tegasnya.


Kebijakan KKP

Sharif menjelaskan, dalam upaya mendorong pengembangan budidaya laut KKP telah mengambil 5 kebijakan strategis pada RPJM tahap ke tiga, 2015 – 2019 untuk bidang kelautan.  Pertama, penataan ruang (zonasi). Pengembangan kawasan marikultur pada kenyataannya masih terbentur kendala khususnya pada pola pengaturan pemanfaatan ruang. Mempertimbangkan hal tersebut, maka aturan hukum terkait pengaturan tata kelola pemanfaatan ruang perairan dan laut (zonasi dan RTRW) menjadi sebuah keniscayaan sebagai upaya dalam menjamin aktivitas bisnis marikultur yang aman dan berkesinambungan. “Untuk kebijakan ini KKP mendorong  setiap Pemerintah Daerah wajib menyusun Rencana Zonasi serta menetapkannya dengan Peraturan Daerah,” tegasnya.

Kebijakan kedua, adalah pengembangan infrastruktur. Infrastruktur dibangun dalam kerangka menjamin efesiensi produksi. Hal ini karena siklus bisnis akuakultur akan mampu berjalan berkesinambungan jika mata rantai sistem produksi mampu bergerak dari hulu sampai hilir, dimana didalamnya infrastruktur menjadi suatu keniscayaan yang harus kita bangun melalui kerjasama lintas sektoral. "Melalui pengembangan dan perbaikan infrastruktur maka akan terbangun konektivitas yang efisien dari hulu ke hilir," terangnya.

Kebijakan ketiga, KKP mendorong investasi teknologi  budidaya laut yang berskala industri dan menjadikan marikultur sebagai sebuah industri. Teknologi tersebut tentunya teknologi yang terukur, menjamin efesiensi energi dan biaya serta aman terhadap lingkungan. Pengembangan teknologi juga harus mengarah kepada kawasan potensial dan komoditas unggulan yang diminati pasar.

Sharif mengatakan, KKP juga telah mengambil kebijakan untuk pemilihan komoditas budidaya laut yang akan dikembangkan. Pemilihan komoditas budidaya laut harus berorientasi pada kebutuhan pasar atau market oriented. Ketepatan pemilihan komoditas, lokasi, waktu  pemeliharaan  dan waktu pemasaran akan mejamin keberlangsungan usaha budidaya laut. Komoditas penting dan strategis yang akan dikembangkan antara lain Ikan Kerapu, Kakap, Lobster, dan Bawal Bintang, Tuna.  Untuk mendukungnya, KKP juga telah mendorong adanya kemudahan dan jaminan keamanan investasi. Pengembangan marikultur apalagi pada kawasan off-shore sudah barang tentu akan membutuhkan investasi yang besar, sehingga KKP akan terus medorong upaya promosi dalam membuka diri terhadap masuknya investasi pada bisnis ini. Pemerintah juga mendorong  regulasi yang secara langsung memberikan kemudahan dan keamanan bagi investasi pada bisnis marikultur.

Sharif menambahkan, pelaksanan kebijakan industrialisasi perikanan budidaya tidak mungkin dilakukan secara mandiri. Dukungan dan kerjasama yang baik dari lintas sektoral, perbankan/lembaga keuangan dan seluruh stakeholders pelaku usaha perikanan sangat dibutuhkan.  Apalagi menyambut pasar bebas ekonomi di tahun 2015 yakni Masyarakat Ekonomi Asean (MEA 2015), perlu disiapkan kerjasama seluruh stakeholders perikanan budidaya. Terutama untuk menyatukan kekuatan sumberdaya yang ada dalam menjadikan Indonesia sebagai pemeran utama bukan menjadi objek pasar semata. “Subsektor perikanan budidaya harus berdaulat dengan mendorong pengembangan yang berbasis pada produksi yang berdaya saing,” tambahnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0811806244)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014