waktu yang tepat untuk berbenah dan mengubah perspektif kita terhadap museum
Jakarta (ANTARA) - Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta mengintensifkan pemeriksaan sistem proteksi kebakaran terhadap bangunan gedung guna mengantisipasi terulangnya kebakaran di Museum Nasional.

“Idealnya bangunan itu aman dan andal secara administrasi, ya andal juga secara proteksi” kata Kepala Bidang Operasi Dinas Gulkarmat Suheri, usai menghadiri diskusi kebencanaan di Jakarta, Rabu.

Pemeriksaan sistem proteksi tersebut dilakukan secara menyeluruh, meliputi pemeriksaan sistem proteksi pasif dan aktif.

Suheri menjelaskan, sistem proteksi pasif adalah jenis proteksi kebakaran berupa penggunaan bahan dan struktur bangunan yang memiliki ketahanan terhadap api.

Adapun sistem proteksi aktif yakni pemeriksan terhadap alat deteksi yang digunakan untuk membantu proses pemadaman, seperti; detektor, alarm, alat pemadam api ringan (APAR), hidran, dan springkler otomatis.

Pemeriksaan sistem proteksi gedung akan dilakukan secara berkala sesuai permohonan dari pemilik gedung.

Namun, khusus untuk bangunan cagar budaya harus melalui mekanisme tertentu yakni menunggu laporan dari tim ahli khusus cagar budaya dan tim sidang pemugaran Provinsi DKI Jakarta sesuai Pergub Nomor 8 tahun 2008 tentang Pencegahan dan penanggulangan Bahaya Kebakaran di DKI Jakarta.

Antisipasi Kerusakan Benda Bersejarah

Sementara itu, peristiwa kebakaran di Museum Nasional Jakarta Pusat, pada Sabtu (16/9) mengakibatkan 817 koleksi dan benda bersejarah ikut terdampak.

Koleksi dan benda bersejarah yang terdampak merupakan koleksi berbahan perunggu, keramik, terakota, dan kayu serta koleksi miniatur dan replika benda prasejarah.

Dosen Sastra Universitas Gajah Mada (UGM) yang juga pengamat sejarah Rudy Wiratama, mengatakan sebuah artefak budaya yang bersifat tangible atau aset berwujud akan mengalami penyusutan karena kondisi fisiknya, perlakuan terhadapnya, atau keadaan kahar seperti kebakaran yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Dari kondisi itu, kata Rudy, bisa digambarkan betapa rawannya keamanan benda-benda budaya di museum, apalagi masih ada pemahaman bahwa museum adalah ‘ruang pajang’.

Untuk itu, Rudy menyampaikan beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kerusakan benda bersejarah akibat peristiwa serupa seperti yang terjadi di MNI.

Pertama, memajang replika koleksi berharga disertai dengan keterangan tentang artefak aslinya. Adapun artefak aslinya disimpan di inventory yang dicatat keamanannya.

Kedua, membuat database yang memuat keterangan lengkap baik tekstual maupun visual, sehingga selain museum memajang artefak asli maupun replika konvensional, dimungkinkan juga keberadaan tour virtual untuk mengoptimalkan pengalaman kunjungan wisatawan.

Terakhir, memperluas pemahaman bahwa museum dan cagar budaya tidak memelihara aspek tangible namun juga intangible, sehingga wisatawan tidak hanya melihat situs dan artefak hanya sebagai benda, tetapi menumbuhkan kesadaran bahwa benda tersebut memiliki konteks waktu dan ruang yang penting bagi peradaban.

“Peristiwa kebakaran MNI ini adalah waktu yang tepat untuk berbenah dan mengubah perspektif kita terhadap museum’, kata Rudy.

Baca juga: Museum Nasional Indonesia sebut banyak koleksi utuh pascakebakaran

Baca juga: Museum Nasional bentuk tim identifikasi koleksi pascakebakaran

Baca juga: Kemenparekraf mengusulkan Museum Nasional sebagai objek vital nasional

Pewarta: Moch Mardiansyah Al Afghani
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2023