Jakarta (ANTARA News) - Keluarga Fabianus Tibo akan mengadu ke Mahkamah Internasional, karena merasa tidak mendapat perlakuan yang adil terhadap proses pidana mati bagi korban, menyusul tindakan eksekusi terhadap Tibo cs yang dianggap sebagai pelaku kerusuhan Poso. Putera Tibo, Robertus Tibo, dengan didampingi pendamping rohani ayahnya, Romo Jimmy Tumbeleka, mengemukakan hal itu kepada wartawan di Jakarta, Jumat. Ia juga mengatakan kecewa dengan cara-cara eksekusi yang dilakukan pihak eksekutor. Robertus menilai tindakan pemerintah yang mengeksekusi Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus Da Silva sebagai eksekusi yang ilegal, karena ketiganya tidak diberi kesempatan menggunakan hak-hak konstitusional dengan mengajukan grasi kedua kalinya kepada Presiden sesuai UU No.22 Tahun 2002 Tentang Grasi, khususnya pasal 3 ayat 2. Kejaksaan Negeri Palu pada 22 September 2006 mengeksekusi mati ketiganya dihadapan regu tembak. Ketiganya dinilai menjadi dalang kerusuhan Poso. Sebelumnya, terjadi pro dan kontra mengenai pelaksanaan hukuman mati tersebut. Sebagian kalangan menginginkan segera dilaksanakan sedangkan sebagian lagi menolak. Robertus mengatakan, sejak awal pihak eksekutor selalu mengatakan kepada keluarga korban bahwa Tibo cs tidak bersalah, tetapi kenyataannya justru sebaliknya. "Itu sebabnya kami merasa diperlakukan tidak adil dan akan susah bagi kami memperoleh keadilan, karena keadilan hanya punya orang-orang besar," ujarnya. Mengenai cara-cara ekskusi, ia juga menyatakan tidak berprikemanusiaan dan tidak beradab, karena melanggar Penpres No.2 Tahun 1964 mengenai tata cara pelaksanaan pidana mati. Lebih jauh Romo Jimmy Tumbeleka, yang menjadi penasehat Fabianus Tibo dan kawan-kawan sampai hari terakhir mereka, mengatakan, ada sejumlah keganjilan dalam tubuh para korban, seperti luka lecet di pelipis dan tulang rusuk yang diperkirakan patah di tubuh Tibo. Selain itu, permintaan Tibo untuk dilakukan misa arwah dan dimakamkan di Maumere juga tidak dipenuhi. Berdasarkan hal-hal tersebut, Robertus yang juga didampingi pansehat hukumnya dari Padma Indonesia menyatakan akan terus mencari keadilan dengan menggunakan cara-cara damai. Ia pun mengaku tidak memiliki dendam kepada siapapun. Beberapa waktu lalu, Ketua Komnas HAM, menyatakan eksekusi mati semestinya tidak dilakukan dulu sebelum orang-orang yang disebutkan oleh Tibo yang diduga terlibat kasus Poso juga diadili. "Orang-orang yang disebut Tibo dan diduga terlibat kerusuhan Poso semestinya diadili dulu, baru Tibo bisa dieksekusi. Kalau tidak, kematian Tibo sama saja dengan menghilangkan barang bukti, sebab kesaksian Tibo perlu dikonfrontir dengan mereka itu," ujar Abdul Hakim Garuda Nusantara.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006