Jakarta (ANTARA News) - Kemampuan komunikasi medik dokter yang buruk saat melayani pasien menjadi salah satu alasan tidak kompetitifnya layanan kesehatan di Indonesia.

Hal ini seperti diungkapkan, Pakar Ekonomi Kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Prof Hasbullah Thabrany, dalam media briefing tentang Pentingnya Cost - Effectiveness dalam Penetapan Obat untuk Program JKN, di Jakarta, Selasa.

Menurut Hasbullah, kemampuan komunikasi dokter yang kurang baik memang kerapkali merugikan pasien. Misalnya, soal hak pasien mendapat penjelasan lebih lanjut soal penyakit yang ia derita, atau konsultasi lain yang menjadi hak pasien.

"Komunikasi dokter yang kurang baik memang masih menjadi masalah besar. Namun, kami berusaha memperbaikinya," ujarnya.

Hal senada disampaikan, Ketua Departemen Organisasi dan Advokasi Kebijakan, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), dr. Isman Firdaus, SpJP, FIHA.

Menurut dr. Isman, di samping kurangnya pendidikan komunikasi saat di bangku perguruan tinggi, penyebab lainnya ialah soal jumlah pasien yang kerapkali melebihi batas kesanggupan dokter.

"Kami temukan, karena jumlah pasien yang terlampau banyak, dokter sampai harus menerima lima pasien dalam satu waktu layanan," katanya.

Oleh karena itu, lanjut dr. Isman, pihak manajemen rumah sakit umumnya membatasi jumlah pasien yang ditangani dokter hingga 35 orang saja dalam sehari. dr. Hasbullah mengatakan, dalam upaya perbaikan layanan medik, sejumlah hal perlu dilakukan, seperti pemberian pemahaman pada dokter bahwa komunikasi dengan pasiennya harus berjalan dengan rasa empati.

Kemudian, yang tak kalah penting lanjut ia, ialah pemberian pendidikan pada pasien soal hak-haknya.

Isman menambahkan, sistem regulasi pemerintah, manajemen rumah sakit tentu memiliki peranan penting dalam perbaikan layanan kesehatan ini.(*)

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014