Tentu tidak. Kami ketika menetapkan tersangka memakai ukuran tertentu, tidak ada kaitannya dengan politik,"
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah penetapan Menteri Agama Suryadharma Ali (SD) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji pada Tahun Anggaran 2012/2013 terkait unsur politik.

"Tentu tidak. Kami ketika menetapkan tersangka memakai ukuran tertentu, tidak ada kaitannya dengan politik," kata Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, dalam pesan singkat kepada wartawan di Jakarta, Kamis malam.

Zulkarnain mengatakan penetapan Suryadharma Ali sebagai tersangka dalam kasus itu berdasarkan kajian KPK tentang penyelenggaraan haji di Kementerian Agama.

Juru Bicara KPK Johan Budi, dalam jumpa pers, menegaskan tidak terdapat unsur politis dalam penyelidikan ataupun penyidikan dugaan korupsi penyelenggaraan haji pada Tahun 2012/2013 di Kementerian Agama.

"KPK tentu sebagai penegak hukum harus menyampaikan apa-apa yang sudah dilakukan dalam konteks penanganan perkara. Bahwa kemudian ada orang luar yang mempersepsikan atau menarik-narik kasus ini ke wilayah politik, ya itu urusan orang di luar KPK," kata Johan.

Johan menambahkan KPK tidak membidik pihak-pihak tertentu ketika menetapkan tersangka dalam sebuah kasus yang telah diselidiki KPK.

"Sampai hari ini, Surat Perintah Penyidikan yang ada di tangan saya menyebutkan tersangkanya adalah SDA," kata Johan.

Dalam penyelidikan penyelenggaraan haji, lanjut Johan, KPK juga telah meminta keterangan sejumlah pihak yang bukan hanya pada orang-orang di Kementerian Agama, melainkan juga sejumlah pihak di Arab Saudi.

Suryadharma Ali disangkakan Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 2 ayat (1) UU No. 30 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 berbunyi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Sedangkan Pasal 3 UU No. 30 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 berbunyi Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).(*)

Pewarta: Imam Santoso
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014