Jakarta (ANTARA News) - Pejabat dilarang menerima parcel atau bingkisan dari bawahannya dan dari masyarakat karena dikhawatirkan dapat mempengaruhi obyektivitas kerja dan berindikasi suap, kata pejabat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). "Memberantas korupsi harus dilakukan dari hal-hal terkecil, seperti mengirimkan parcel kepada pejabat," kata Deputi Pencegahan KPK, Waluyo, di Jakarta, Senin. Ia mengatakan, setiap pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada pejabat semata-mata karena jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya, maka hal itu tidak dibenarkan. Tindakan tersebut bertentangan dengan pasal 12 B UU No.31 tahun 1999 jo. UU No.20 tahun 2001 tentang pemberian suap kepada pejabat dengan ancaman hukuman terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara selama seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun. "Selain sebagai pelaksanaan amanah undang-undang juga sebagai pendidikan pencegahan korupsi kepada masyarakat," katanya. Salah satu upaya yang ditempuh KPK untuk menekan hal itu adalah mengusulkan kepada pemerintah tentang batasan atau nominal pemberian hadiah kepada pejabat. "KPK saat ini sedang mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan batas pemberian hadiah pada tingkat yang wajar dan saat ini sudah sampai ke presiden," katanya. Ia mengatakan, hal paling penting yang justru dilupakan adalah penetapan nominal pemberian parcel kepada pejabat. Di Malaysia, penetapan angka batasan itu telah lama ditetapkan dalam kisaran 500 ringgit (atau setara dengan Rp1,25 juta). Selain itu parcel juga tidak boleh diberikan dalam bentuk uang dan voucher belanja dengan alasan apapun. Meski begitu, katanya, pemberian parcel tidak dapat disamaratakan tetapi harus dibedakan ada pengaruhnya terhadap obyektifitas kerja dan berindikasi suap atau tidak. Bingkisan yang diberikan atasan kepada bawahan atau kepada masyarakat yang lebih membutuhkan justru sangat disarankan. "Buatlah parcel sebagai tradisi untuk saling membantu terhadap sesama, bukan untuk tujuan lain," katanya. Menurut dia, untuk saat ini anggaran hadiah atau parcel sebaiknya diberikan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan, seperti korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Ia mengatakan, pelarangan ini tidak akan berpengaruh terhadap pedagang dan pengusaha parcel sebab hal yang dilarang adalah pemberian kepada pejabat. "Yang menjadi masalah adalah pemberian kepada pejabat, kalau masyarakat tetap membeli parcel tetapi diberikan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan tidak ada yang melarang dan saya yakin pengusaha parcel tidak akan terpengaruh," katanya. Ia mengatakan, pihaknya juga mendukung kelangsungan bisnis parcel yang menekankan pada pemasaran produk-produk lokal dan industri rumah tangga. Menurut dia, industri-industri itu harus lebih kreatif menciptakan barang-barang yang tepat guna dan lebih bermanfaat untuk masyarakat. "Ada baiknya juga anggaran untuk parcel disalurkan kepada industri-industri tersebut. Kalau sudah begitu tidak mungkin ada yang merasa dirugikan," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006