Jakarta (ANTARA News) - Sekalipun Pemerintah Malaysia telah menyatakan permintaan maaf secara lisan atas peristiwa dugaan penganiayaan majikan kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) -- Sanih binti Saleh --, Pemerintah Indonesia masih menantikan pernyataan tertulis. "Kita harapkan ada pernyataan tertulis yang diikuti dengan upaya yang akan dilakukan Malaysia agar kasus serupa tidak terjadi lagi," kata Jurubicara Departemen Luar Negeri (Deplu-RI), Desra Percaya, di Jakarta, Selasa. Kasus penganiayaan terhadap Sanih binti Saleh (17) warga Indramayu, Jawa Barat, yang saat ini masih dalam perawatan di rumah sakit di Malaysia, hingga kini masih dalam penyelidikan. Deplu-RI, kata Desra, telah melakukan sejumlah langkah antisipasi ke dalam, yaitu melakukan koordinasi dengan Departemen Tenaga Kerja untuk menindak PJTKI yang memberangkatkan korban, membentuk tim konseling yang terdiri dari psikolog dan ahli kesehatan serta memfasilitasi keluarga korban yang ingin bertemu. Untuk langkah ke luar, lanjut dia, melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia yang melayangkan nota protes kepada Kementrian Luar Negeri Malaysia, mendesak agar masalah ini segera diselesaikan dengan cepat, meminta rumah sakit menangani kasus tersebut dengan serius, dan memberikan pengamanan agar tidak terjadi sesuatu kepada korban. "Untuk mencegah hal itu terjadi lagi, Deplu-RI telah menyiapkan tim respon cepat," katanya. Kisah pahit yang dialami Sanih itu sempat diberitakan di sebuah koran Malaysia, Kosmo (30/9/2006). Menurut pengakuan Sanih, sejak mulai bekerja di rumah majikannya pada Mei 2005, ia sering dianiaya, misalnya disiram air panas, dipukul dengan rotan, besi dan juga disetrika. "Seluruh badan saya terasa sakit, terutama kaki," tuturnya lirih karena sebagian lidah dan bibirnya juga cedera. Menurut Sanih, alasan penganiayaan terhadap dirinya adalah dituduh mencuri uang, makanan dan minuman di rumah majikan. Sanih yang bertubuh kurus dan wajahnya pucat itu nekad melarikan diri ke KBRI, akibat tidak tahan terhadap penganiayaan tersebut. Berdasarkan laporan awal yang diterima ANTARA dari KBRI di Kuala Lumpur, peristiwa penganiayaan ini diketahui KBRI pada hari Kamis (28/9/2006), sekitar pukul 16.30 waktu setempat. Pada waktu itu, Sanih datang ke KBRI diantar oleh seorang WNI bernama Ermi untuk mengadukan peristiwa pahit yang dialaminya. Pihak Konsuler di KBRI menjelaskan kondisi Sanih waktu datang dalam sangat lemah. Sekujur tubuhnya mengalami luka berat akibat penyiksaan yang dilakukan oleh majikannya yang bernama Ikim, yang tinggal di Kepong Indah, Kuala Lumpur. Pihak KBRI membawanya ke Kantor Polisi Sentul untuk membuat laporan polisi, kemudian ke Rumah Sakit Besar Kuala Lumpur untuk dirawat. Ketua Polisi Daerah Sentul, Asisten Komisioner Mohd. Rodzi Ismail, seperti dikutip koran tersebut, membenarkan pihaknya sudah menerima laporan mengenai kasus itu dan sudah mengetahui majikan Sanih yang berusia 40 tahun. Pihaknya kini tinggal menunggu Sanih pulih untuk kemudian diadakan penyelidikan selanjutnya. Kasus ini akan diselidiki sesuai dengan Seksyen 324 Kanun Keseksaan (Penyiksaan) karena terjadi peristiwa pemukulan atau penganiayaan dengan menggunakan senjata berbahaya. Jika terbukti bersalah, pelaku bisa dihukum penjara tiga tahun atau denda atau sebat. Anak dari pasangan Saleh dan Emis dari Desa Gantar, Indramayu, Jawa Barat itu masuk ke Malaysia pada Maret 2005, dikirim oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia bernama PT. Bina Karya Wilastri, Jakarta. Sebelum bekerja di rumah Ikim, Sanih juga pernah bekerja di dua majikan lainnya. Dalam menghadapi kasus tersebut, pihak KBRI akan terus memantau perkembangan Sanih. Juga melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian setempat untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006