Jakarta (ANTARA News) - Kondisi alam tidak memungkinkan semburan lumpur panas di Sidoarjo dihentikan dengan teknologi apa pun, termasuk teknologi relief well atau pengeboran miring yang diperkirakan merupakan jalan terakhir. "Saya tak percaya upaya relief well sudah dilakukan, karena alam tidak memungkinkan," kata Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam, BPPT, Yusuf Surachman di Jakarta, Selasa. Menurut Pakar Geologi Kelautan itu, lumpur yang ada terus menghalangi kemungkinan dilakukannya pengeboran miring itu, apa lagi area di bawah semburan lumpur itu merupakan daerah tekanan tinggi dan membuat proses sedimentasi berlangsung sangat cepat. Soal kemungkinan adanya mud vulcano atau kawah gunung lumpur di bawah lokasi kejadian, anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) itu mengaku tidak termasuk dalam tim penanggulangan lumpur Sidoarjo dan belum melakukan kajian soal kondisi di bawah area bencana. Ditanya sampai kapan masyarakat harus menunggu hingga bencana berupa semburan lumpur itu bisa berhenti, dengan pesimis, Yusuf mengatakan, masyarakat diharapkan bersabar menunggu hingga terjadinya keseimbangan alam. "Sulit melihat jalan lain kecuali menunggu sampai semburan lumpur itu melambat atas keseimbangan alam sendiri baru teknologi bisa dimungkinkan, tetapi untuk saat ini sulit," katanya. Sebelumnya disebutkan ada pergeseran permukaan tanah di lokasi "relief well" -1 di wilayah Kelurahan Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo, namun menurut Juru bicara Tim Nasional penanggulangan lumpur, Rudi Novriyanto tidak membuat pengerjaan alat tersebut terganggu. Hingga Minggu (1/10), pemasangan "casing" (selubung), semen, serta mengeboran miring telah mencapai 170 "feet" (kaki) dan diperkirakan akhir Desember akan selesai dikerjakan dengan dioperasikan tiga unit yang ditempatkan di tiga lokasi berbeda, ujarnya. Ia menyatakan, mekipun ada pergeseran sebesar 15 cm, namun kondisi secara umum di lokasi "relief well- 1 hingga kini masih kondusif. Untuk menjaga kemungkinan yang tidak diinginkan, pemantauan kondisi permukaan tanah dan penguatan tanggul terus dilakukan oleh petugas selama 24 jam nonstop, ujarnya. "Pergeseran tersebut terjadi, karena kondisi tanah yang tidak stabil, kadang naik kadang turun, tetapi tidak berbahaya. Bahkan kemarin terjadi retakan, namun petugas yang ada di lokasi berhasil mengatasinya. Karena itu, pemantauan perkembangan keamanan alat dan tanggul yang melindungi lokasi dari luberan lumpur harus terus dilakukan," tegasnya. Menurut Rudi, ada indikasi pergeseran horizontal ke arah timur laut sebesar lima cm, sedikit lebih besar dibanding dua hari sebelumnya yang pergeseran horizontalnya hanya dua cm. Penurunan dan pergeseran tanah ini terjadi dalam waktu sepekan, yaitu 22-29 September 2006. Selain di Siring, dua relief well yang lain, di wilayah Desa Renokenongo, Kecamatan Porong dan di wilayah Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, saat ini sedang dalam tahap rig-up atau pemasangan rig.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006