... saat pembawa acara pertandingan meneriakkan 'Gooooooooooooooooooollllllllll……!!' tanpa henti... "
Sao Paulo, Brazil (ANTARA News) - Kegembiraan terpancar dari suara Andre saat dia menguraikan gol kedua Sao Paulo walau kata-katanya juga tertahan; tiada waktu untuk melukiskannya dengan kata-kata indah.

Andre, seturut dikisahkan AFP, juru tulis berusia 26 tahun, dalam pelatihannya untuk menggambarkan pertandingan sepakbola bagi kalangan tuna netra pada Piala Dunia 2014.

Sejak kick-off perdana pada 12 Juni nanti, dia harus pandai melakukan tugasnya melalui kata-katanya kepada kalangan tuna netra; dia harus bertutur apa yang terjadi, di mana posisi-posisi pemain, bagaimana rupa stadion itu, dan banyak lagi termasuk riasan dan pin para pendukung.

Jika Andre bisa melakukan tugasnya secara baik, maka bagi "pendengar" seperti Fabricio akan lebih mudah untuk turut menyimpulkan bahwa pertandingan Sao Paulo melawan Cortiba sedahsyat yang dilihat penonton sepakbola melalui matanya sendiri.

Fabricio adalah seorang ahli ekonomi berusia 29 tahun yang terlahir tuna netra. Dia sangat mencintai sepakbola dan tidak pernah alpa pada tiap pertandingan tim kesayangannya itu, Palmeiras, di radio. Wajahnya berseri-seri saat bercerita dia masuk stadion untuk merasakan sensasi dan kegegapgempitaan pertandingan tim kesayangannya itu.

"Aku sangat suka masuk stadion walau tidak mudah. Aku biasanya mendengar di radio, namun aku jadi gelisah dan sangat bergairah saat pembawa acara pertandingan meneriakkan 'Gooooooooooooooooooollllllllll……!!' tanpa henti. Saat itulah aku melewatkan banyak hal pada pertandingan itu," kata dia.

Fabricio kini ada di Stadion Pacaebum, Sao Paulo, untuk mengubah hal yang pernah dia rasakan itu. Dia membantu menggantikan peran lensa-lensa dan juga melalui Andre dan banyak lagi relawan lain untuk "menghadirkan" pemandangan pertandingan Piala Dunia 2014 bagi kalangan tuna netra.

FIFA menawarkan komentar-komentar tiap pertandingan bagi kalangan ini melalui frekuensi pendek radio pada empat dari 12 stadion penyelenggara, yaitu Sao Paulo, Rio de Janeiro, Brasilia, dan Belo Horizonte.

"Laporan pandangan mata" itulah yang diberikan Andre dan 15 relawan lain, melalui siaran di pojok khusus di empat stadion itu yang dilayani dua orang pada tiap pertandingan.

Ujian bagi mereka adalah perandingan Sao Paulo melawan Coritiba. Andre dan kawan-kawannya hampir menyelesaikan ujian itu yang dimulai saat URECE, asosiasi kalangan tuna netra Brazilia, membuka lowongan bagi komentator khusus itu. Ratusan sukarelawan melamar melayangkan surat untuk 15 posisi yang tersedia.

"Sepakbola bagi orang Brazil adalah budaya, dan kalangan yang tidak bisa melihat atau penyandang cacat juga harus diberi pilihan untuk hidup dalam budaya itu, menjadi bagian dari budaya itu," kata koordinator proyek URECE itu, Gabriel Mayr.

URECE mencatat, terdapat 6,5 orang penyandang cacat di Brazil; suatu jumlah yang tidak kecil, hampir sama dengan penduduk satu kota di Amerika Serikat.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014