Penutupan saja tidaklah cukup. Orang menjadi WTS itu belum tentu karena keinginan, tapi ada dua faktor penyebab, yakni ekonomi dan mental
Surabaya (ANTARA News) - Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Surabaya mendukung rencana penutupan lokalisasi Jarak dan Dolly di Surabaya pada 18 Juni 2014, serta meminta Wali Kota Tri Rismaharini untuk membenahi aspek ekonomi dan mental dari para wanita tuna susila (WTS).

"Penutupan saja tidaklah cukup. Orang menjadi WTS itu belum tentu karena keinginan, tapi ada dua faktor penyebab, yakni ekonomi dan mental. Oleh karena itu, kalau pemkot memberi pesangon Rp5 juta dan membekali keterampilan, mungkin tidak akan menyelesaikan masalah," kata Ketua DPD HTI Kota Surabaya Ustaz Muhammad Ismail di Surabaya, Jumat.

Didampingi Sekretaris HTI Surabaya Ustaz Saifuddin dan Humas HTI Surabaya Ustaz Wawan Munawar Kholis dalam konferensi pers di Gedung Dakwah HTI Surabaya, ia menjelaskan faktor ekonomi itu bisa diselesaikan dengan menitipkan 2-3 orang eks-WTS pada ribuan perusahaan yang ada di Jatim.

"Kalau Pemkot Surabaya dengan Pemprov Jatim menitipkan sejumlah WTS itu, saya kira pengusaha tidak akan keberatan. Bisa juga langkah Pemkot Surabaya melalui Dinas Pariwisata yang membekali para eks-WTS dengan keterampilan dan hasil karyanya dibeli. Jadi, bisa semua cara ditempuh," katanya.

Namun, katanya, aspek ekonomi juga bukan solusi, sebab mungkin saja orang menjadi WTS karena faktor mental atau spiritual yang dangkal. "Untuk ini, kami siap membantu melakukan recovery mental untuk mengajarkan pemahaman keagamaan yang komprehensif," katanya.

Menurut dia, prostitusi itu sebenarnya hanya salah satu dampak saja dengan faktor penyebab utama adalah sistem demokrasi liberal dan sistem ekonomi kapitalis yang melihat barang dan jasa dari sisi ekonomis semata.

"Orang liberal dan kapitalis itu melihat WTS, minuman keras, tempat hiburan itu dari sisi ekonomis, karena itu untuk membenahi konsep yang semata-mata ekonomis itu, maka kita harus kembali kepada khilafah Islamiyah, bukan khilafah kapitalis atau khilafah liberal," katanya.

Ditanya kemungkinan HTI Surabaya melakukan "pengawalan" penutupan Dolly pada 18 Juni dengan turun langsung ke lokasi, ia mengatakan pihaknya masih mempercayai janji Wali Kota Surabaya yang meminta ormas Islam tidak bertindak sendiri dan menyerahkan sepenuhnya kepada pemkot.

"HTI sendiri bukan gerakan aksi, melainkan gerakan dakwah. Karena itu, kami tidak akan melakukan sweeping, tapi kami akan bertindak persuasif, di antaranya kami akan menyebarkan 50 spanduk yang berbunyi Wiwit Cilik Diulang Ngaji, Noto Ati, Noto Laku, Suroboyo Diberkahi (Sejak kecil diajari agama/mengaji untuk memperbaiki hati dan perilaku agar Surabaya mendapatkan berkah)," katanya.

Selain itu, HTI Surabaya juga akan menyebarluaskan pernyataan sikap di sejumlah titik di Surabaya pada 8-16 Juni atau beberapa hari menjelang penutupan lokalisasi Jarak dan Dolly itu. Pernyataan sikap HTI itu mendukung penutupan lokalisasi, mengingatkan pemerintah untuk tidak ragu, mengingatkan para WTS untuk kembali ke jalan Allah, serta memperjuangkan tegaknya syariah Islam.
(E011/D010)

Pewarta: Edy M Yakub
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014