PBB, New York (ANTARA News) - Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) mengatakan jumlah warga sipil yang kehilangan tempat tinggal akibat kerusuhan di Provinsi Anbar di Irak Barat terus naik akibat meningkatnya pertempuran awal tahun ini, kata Farhan Haq, Wakil Juru Bicara PBB.

"Dengan memburuknya situasi keamanan, juga menjadi makin berat bagi pekerja kemanusiaan untuk mengjangkau orang yang memerlukan bantuan," kata Haq dalam taklimat harian di Markas PBB, New York, pada Jumat (6/6).

"Sampai hari ini, Pemerintah Irak mengatakan bahwa 434.000 lelaki, perempuan dan anak-anak telah menyelamatkan diri dari rumah mereka sejak pertempuran bertambah sengit pada Januari tahun ini," katanya. "Namun, Pemerintah Irak dipaksa membekukan pendaftaran selama satu bulan belakangan akibat kondisi tidak aman."

Jumlah orang yang saat ini kehilangan tempat tinggal kin mendekati 480.000, kata Haq, yang mengutip data UNHCR.

Seruan khusus UNHCR bagi 26,4 juta dolar AS, yang disampaikan pada Maret, saat ini hanya 12 persen didanai, kata Haq, sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu. "Pendanaan yang lebih baik penting untuk membantu mereka yang sekarang kehilangan tempat tinggal, dan ketika mereka pulang ke rumah mereka pada masa depan."

Provinsi Anbar telah menjadi kancah bentrokan sengit yang berkecamuk setelah polisi Irak melucuti tempat protes anti-pemerintah di luar Ramadi, Ibu Kota Provinsi tersebut, sekitar 110 kilometer di sebelah barat Ibu Kota Irak, Baghdad, pada penghujung Desember tahun lalu.

Provinsi Anbar adalah provinsi yang secara geografis terbesar di Irak. Provinsi tersebut, yang mencakup sebagian besar wilayah Irak barat, memiliki perbatasan bersama dengan Suriah, Jordania dan Arab Saudi.

Pada hari yang sama dua pembom bunuh diri yang ditujukan pada etnik minoritas Shabak Irak dan pertempuran antara pasukan keamanan dan gerilyawan menewaskan 36 orang di Provinsi Nineveh, kata para pejabat.

mosul, Ibu Kota Provinsi Irak utara itu, adalah salah satu dari kota paling berbahaya, tempat kelompok garis keras melancarkan serangan hampir setiap hari.

Dua pembom bunuh diri meledakkan kendaraan di desa etnik Sabak, Al-Muwaffaqiyah, sebelah timur kota itu, menewaskan empat orang dan mencederai 45 orang lagi ,kata polisi dan petugas medis.

Sebagian besar dari 30.000 warga Shabak adalah campuran pemeluk Syiah dan dan kepercayaan lokal dan mereka secara berkala menjadi sasaran serangan.

Di Mosul Barat, empat polisi, tiga tentara dan 16 gerilyawan tewas dalam bentrokan senjata, sementara satu bom mortir menewaskan seorang warga sipil, kata para pejabat.

(C003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014