Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertahanan (Dephan) sedang berupaya menertibkan pengadaan senjata melalui jalur rekanan tidak resmi seperti yang banyak terjadi selama berlangsungnya embargo senjata oleh Amerika Serikat (AS). "Kami sekarang sedang mengkaji dan menyeleksi satu-persatu rekanan yang terlibat dalam pengadaan persenjataan di Dephan selama ini," kata Menhan Juwono Sudarsono di Jakarta, Kamis malam. Menurut Menhan, langkah Dephan tersebut diambil untuk mencegah masuknya sejumlah rekanan tidak resmi yang memanfaatkan jalur penjualan senjata secara ilegal. Kriteria dari para rekanan tersebut, ujarnya, didasarkan pada rekam jejak perusahaan, kredibilitas, dan dasar hukum para rekanan tersebut. Bagi rekanan yang tidak lulus maka akan dicoret. Juwono mengatakan pihaknya juga akan membentuk suatu badan pengawas dan seleksi rekanan, yang posisinya di bawah Sekjen, sehingga semua transaksi Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) akan masuk di dalamnya dan terdeteksi secara resmi. "Jika ada jalur tidak resmi Dephan akan mendeteksinya," paparnya. Dephan saat ini, tuturnya, sedang melakukan seleksi sekitar 200 rekanan dan sejauh ini tinggal 50 rekanan yang belum terseleksi. Sementara itu, Juwono Sudarsono saat ditanya mengenai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai 34 rekening yang mencurigakan di lingkungan Dephan mengatakan akan memeriksa rekening-rekening tersebut. Rekening-rekening temuan BPK tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi yang dibuka dengan alasan untuk keperluan dinas. "Kita akan verifikasi dulu temuan tersebut," ujarnya. Menurut dia, jika memang rekening-rekening tersebut disalahgunakan oleh pejabat di masa lampau, maka akan dilakukan pemeriksaaan. Dan jika hasil pemeriksaan tersebut benar, kita serahkan ke KPK dan Kejagung," tegasnya. Sebelumnya, BPK setelah melakukan audit di Dephan, menyatakan ada 34 rekening dengan total asset Rp103 miliar dengan kepemilikan yang tidak semestinya di lingkungan Dephan. Sejumlah rekening tersebut antara lain Kohanudnas, Paskhas AU, Biro Keuangan, dan Biro umum.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006