London (ANTARA News) - Mantan Menlu Inggris Jack Straw menyebutkan hubungan antara masyarakat Muslim dan non Muslim menjadi `lebih sulit` ketika wanita mengenakan cadar dan minta agar mereka melepaskan cadarnya ketika mengikuti pertemuan. "Saya merasa tidak nyaman berbicara dengan seseorang tanpa melihat wajahnya," ujar Straw dalam komentarnya yang ditulis di kolom suratkabar lokal di daerah pemilihannya di Blackburn yang dilansir oleh berbagai media masa Inggris, Jumat. Berbagai media Inggris seperti The Gurdian, The Observer, Daily Telegraph di halaman muka menampilkan wajah wanita yang mengenakan cadar yang hanya terlihat kedua matanya. Straw yang menjadi pimpinan parlemen di daerahnya mengatakan, wanita mengenakan cadar menjadi batas yang dapat membuat hubungan lebih baik dan positif antara dua masyarakat menjadi lebih sulit. Cadar atau yang dikenal dengan the veil di Inggris dikenakan oleh wanita muslim dan banyak dijumpai di jalan-jalan seperti di Oxford Street dan di pusat perbelanjaanan. Pandangan bekas mantan Menlu Inggris itu mengundang komentar dari berbagai kalangan terutama dari masyarakat muslim di Inggris dan menilai pernyataan itu sebagai diskriminasi. Pimpinan Muslim Council Inggris Dr Daud Abdullah menilai hak seseorang muslimah apakah ia mengenakan cadar atau tidak. Ia memahami pandangan Jack Straw. "Cadar membuat tidak nyaman bagi non muslim." Direktur partai konservatif Oliver Letwin mengatakan bahwa suatu `doktrin yang berbahaya` mengatakan kepada seseorang bagaimana cara berpakaian, sementara itu Ketua Partai Liberal Demokrat Simon Hughes mengarisi hal tersebut sesuatu yang sensitif dan sangat mengejutkan. Komisi The Islamic Human Rights menilai pernyataan Jack Straw sesuatu yang diskiriminasi. Sementara Dr Diyas Triwahyuni, wanita Indonesia yang menikah dengan pria Inggris kelahiran Ethiopia yang aktif dalam berbagai kegiatan di Mesjid London menilai pernyataan Jack Straw sangat berlebihan. Wanita muslimah mengenakan cadar merupakan suatu pilihan dan itu adalah hak seseorang, apalagi negara Inggris sangat menganut faham kebebasan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006