Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar-bank Jakarta pada pekan depan diperkirakan stabil pada kisaran antara Rp9.200/9.250 per dolar AS, menyusul membaiknya faktor fundamental ekonomi Indonesia. Ekonom dari Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan pergerakan rupiah pada pekan depan tidak akan berbeda jauh dengan pekan sebelumnya, meski pada pekan lalu cenderung lebih menguat. "Hal ini disebabkan belum munculnya faktor kuat yang mendorong mata uang lokal itu naik lebih tajam," katanya. Rupiah, lanjut Fauzi, mengalami kenaikan setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa laju inflasi September masih terkendali dan meningkatnya nilai ekspor Indonesia sebesar 0,73 persen menjadi 8,89 miliar dolar AS. "Karena itu, rupiah akan bergerak dalam kisaran perdagangan (range trading) tanpa gejolak signifikan," ungkapnya. Menurut dia, pergerakan rupiah sebenarnya juga didukung oleh turunnya harga minyak dunia seperti harga minyak ringan AS yang turun hingga di bawah level 60 dolar AS per barel yang mendorong pemerintah melalui Pertamina menurunkan harga minyaknya. Namun dua minggu ke depan rupiah diperkirakan mampu kembali menguat, karena bank sentral AS (The Federal Reserve) masih mempertahankan suku bunga AS, bahkan laporan terakhir menyebutkan The Fed pada tahun depan akan menurunkan suku bunganya. Pada awal pekan lalu rupiah mencapai Rp9.217,5/9.235 per dolar AS, hari kedua menguat menjadi Rp9.205/9.228 per dolar AS, namun hari ketiga melemah jadi Rp9.230/9.235 per dolar AS. Namun pada hari keempat dan kelima rupiah menguat hingga mendekati level Rp9.200 per dolar AS menjadi Rp9.201/9.205 per dolar AS. Ditanya mengenai melambatnya pertumbuhan ekonomi, Fauzi mengemukakan pemerintah harus membuat kebijakan fiskal baru yang lebih baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional makin berkembang. "Membaiknya kebijakan moneter tanpa didukung dengan kebijakan fiskal dari pemerintah, akan membuat ekonomi hanya berjalan ditempat. Pertumbuhan ekonomi akan makin sulit untuk tumbuh lebih cepat," katanya. Menurut dia, kebijakan moneter saat ini dinilai cukup bagus. Kebijakan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 10,75 persen merupakan sinyal makin membaiknya ekonomi nasional. (*)

Copyright © ANTARA 2006